Kekerasan Anak Meningkat di Jepang, Kasus Stalking dan Revenge Porn Disorot

Melihat data kasus kekerasan anak di Jepang.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 03 Mar 2023, 10:29 WIB
Anak Sekolah di Jepang.(AFP/ Odd Andersen)

Liputan6.com, Tokyo - Jepang sedang menjadi sorotan internasional karena kurangnya minat generasi muda untuk berkeluarga. Sayangnya, laporan dugaan kekerasan anak juga meningkat di Jepang.

Berdasarkan laporan Kyodo News, Kamis (2/3/2023), kasus dugaan kekerasan yang menimpa anak di bawah umur mencapai 115.762 di Jepang pada 2022. Jumlah itu naik 7.703 kasus dari tahun sebelumnya.

Sementara, kasus kekerasan yang diungkap kepolisian mencapai 2.181 kasus pada 2022, naik dari 2.174 di tahun sebelumnya.

Totalnya ada 37 anak meninggal. Sebanyak 24 dari kasus itu adalah insiden pembunuhan-bunuh diri keluarga.

Sebanyak 80 persen kasus yang polisi investigasi adalah kekerasan fisik. Namun, 70 persen kasus mengandung kekerasan emosional yang setengahnya melibatkan anggota keluarga.

Kasus revenge porn juga menjadi pekerjaan rumah bagi para polisi Jepang. Revenge porn merupakan jenis pelecehan seksual yang  dengan mudahnya Anda jumpai di internet, biasanya pelaku menyebarkan konten seksual berupa foto atau video tanpa persetujuan orang yang terlibat di dalamnya. Tindakan ini biasanya dilakukan untuk mempermalukan korban dan membuatnya tertekan.

Ada 1.782 kasus dalam ketegori revenge porn pada 2022, setengahnya dilakukan oleh pacar, namun ada juga yang dilakukan sahabat atau kenalan online.

Pada Februari 2023, Jepang juga baru saja melarang hubungan seks dengan anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun. Sebelumnya, usia consent Jepang adalah 13 tahun. Namun, hubungan sesama remaja berusia 13 tahun dibolehkan asalkan perbedaan usia tidak lebih dari lima tahun. Jepang juga menegaskan larangan untuk melarang perekaman pakaian dalam secara rahasia.

Hal lain yang disorot kepolisian adalah perilaku stalking -- tindakan di mana orang secara diam-diam dan sengaja menguntit seseorang dengan maksud tertentu. Tindakan kejahatan itu mencetak rekor baru hingga ada 1.744 kasus yang membuat polisi menerapkan perintah larangan stalking di tahun 2022.

Meski demikian, pengaduan tentang stalking menurun 597 kasus dari tahun sebelumnya menjadi 19.131 kasus.


Kasus Bullying di Indonesia

Ilustrasi Foto Bullying (iStockphoto)

Di dalam negeri, kasus dugaan bullying atau perundungan yang menimpa salah seoarang siswa SD di Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi, mendapat perhatian khusus dari pihak kepolisian.

Kasi Humas Polresta Banyuwangi Iptu Agus Winarno, membenarkan adanya peristiwa tersebut.

Iptu Agus mengatakan, korban diduga mengalami depresi karena kerap dirundung oleh teman sebayanya. Korban pun mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.

“Berdasarkan keterangan keluarga, korban selalu mengeluh sering diolok-olok temannya kalau anak yatim tidak punya bapak. Dan setiap pulang kerumah selalu menangis dan dongkol,” kata Iptu Agus Rabu (1/3/2023)

Untuk itu, lanjut Iptu Agus, atas peristiwa tersebut pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya bullying, baik secara verbal fisik ataupun sosial di dunia maya ataupun nyata. Pasalnya, korban bullying dapat menjadi tidak nyaman, sakit hati dan tertekan.

“Selain dapat merugikan korban perundungan, perbuatan bullying juga dapat merugikan diri sendiri karena bisa  terkena jerat hukum pidana,” ujar Kasihumas.

Dibeberkannya, beberapa pasal yang terkait kasus bullying mulai penganiayaan. Penganiayaan ini bisa dalam bentuk ringan hingga berat seperti pengeroyokan. 

Jika tindakan penganiayaan ini ringan bisa dijerat pasal 351 KUHP, dengan ancaman maksimal 2 tahun 8 bulan pidana penjara. 

Lalu, kalau bullying tersebut berbentuk pengeroyokan dapat dikenai pasal 170 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun. 

Selanjutnya, apabila tindakan perundungan dilakukan di tempat umum, mempermalukan harkat martabat seseorang bisa juga dikenai pasal 310 dan 311 KUHP, dengan ancamannya pidana penjara paling lama 9 bulan. 

“Pelaku bullying juga bisa dijerat pasal 335 KUHP mengenai tindakan tidak menyenangkan,” jelasnya. 

Kemudian, kata Agus, apabila pelaku melakukan bullying berbau pelecehan seksual dijerat pasal 289 KUHP dengan ancaman hingga 9 tahun. 

Selain itu, jika pelaku yang melakukan aksi bullying melalui medsos bisa dikenai pasal 27 dan pasal 45 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Stop Bullying mulai sekarang. Jangan sampai ada korban lagi,” pungkasnya


KemenPPPA: Bukan Cuma Siswa, Ada Juga Guru yang Jadi Pelaku Bullying di Sekolah

Ilustrasi guru, mengajar, ruang kelas. (Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels)

Berbicara bullying atau perundungan di sekolah, ternyata bukan cuma siswa yang menjadi pelakunya. Bisa juga guru yang melakukan hal tersebut seperti disampaikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

"Bukan hanya terjadi sesama siswa tapi dapat juga terjadi pada para pendidik dan tenaga kependidikan," ujar Plt Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Anggin Nuzula Rahma. 

Anggin Nuzula Rahma menuturkan guru yang melakukan bullying kerap dengan dalih agar anak disiplin.

"Tidak sedikit guru yang melakukan kekerasan dengan tujuan pendisiplinan. Ada oknum guru berdalih mendisiplinkan anak-anak yang menggunakan cara-cara kekerasan termasuk melakukan bullying," kata Anggin Nuzula Rahma mengutip Antara.

KemenPPPA memandang bahwa kasus bullying di Indonesia sangat memprihatinkan dan perlu upaya yang holistik dan integratif dalam pencegahan bullying.

Anggin Nuzula Rahma menuturkan upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, bukan hanya tanggung jawab guru semata sebagai pendidik.

Seluruh pihak seperti orangtua sebagai pendidik utama, pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat, media, dan masyarakat bisa bekerja sama dalam membangun pendidikan berkualitas.


Depresi

Ilustrasi Depresi atau Gangguan Cemas Credit: pexels.com/Ivan

Merujuk data yang dilakukan ilmuwan Finlandia, mereka yang pernah dan sering menjadi korban bullying saat umur delapan tahun lebih rentan terserang gangguan kejiwaan saat mereka dewasa.

Riset ini dilakukan dengan menganalisis kejiwaan sebanyak 5.000 pasien berusia 16 hingga 29 tahun, setelah sempat tercatat menjadi korban kasus penindasan atau bullying ketika masih kecil seperti mengutip Live Science.

Riset tersebut juga mengungkap fakta bahwa gangguan jiwa pada sebagian besar dari 5.000 korban bullying ini dinilai cukup serius sehingga banyak dari mereka membutuhkan perawatan medis sekaligus pelatihan mental khusus dalam upaya penyembuhannya.

Selain itu, mereka yang ditindas saat usia 8 tahun juga sangat rentan terserang depresi ketika proses beranjak dewasa.

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya