Sukses

Canda Susi ke Warga Fakfak: Saya Ingin Jadi Penjual Ikan Lagi, Berhenti Jadi Menteri

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti melontarkan candaan ingin berhenti jadi menteri saat berkunjung ke Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti meminta warga Fakfak, Provinsi Papua Barat menjaga pantai dan laut di wilayahnya. Sebab dirinya melihat kerusakan parah karang laut sehingga berakibat pada keberlangsungan hidup ikan dan sumber daya laut. 

Hal ini disampaikan Susi saat berkunjung ke Kabupaten Fakfak, baru-baru ini. Susi mengapresiasi pemerintah dan masyarakat Fakfak atas kebersihan Pasar Ikan Waneri Tanjung Wagon.

“Tempatnya bersih, lihat ikannya juga segar-segar. Ikannya bapak-bapak punya luar biasa. Tadi lihat ikan begitu, saya ingin jadi bakul (red-penjual) ikan lagi, berhenti jadi menteri,” puji Menteri Susi diiringi canda, seperti ditulis dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (25/3/2018). 

Di balik pujian Menteri Susi kepada masyarakat Fakfak, masih ada hal yang mengusiknya. Dia bercerita mengenai rusaknya karang di salah satu pulau di Fak-fak yang membuatnya bersedih. 

“Kemarin sore saya berenang di seberang Pulau Panjang, saya naik paddle, snorkeling, mau nangis saya. Karangnya semua berantakan, hancur, ikannya sedikit karena tidak ada rumah lagi. Pasirnya juga hilang. Ada kura-kura berenang tidak bisa ke pinggir karena pantainya tidak ada. Dia bingung mau cari tempat buat taruh telurnya, tidak ada pasir lagi. Semua habis,” keluh Susi.

Ternyata hal tersebut terjadi akibat penambangan pasir ilegal yang sering terjadi di pantai-pantai di Fakfak.

“Ada laporan juga dari (TNI) Angkatan Laut katanya di sini pasirnya ditambang buat bikin rumah. Saya bilang kenapa tidak ambil di tempat lain yang jauh? Ini yang di depan adalah benteng bapak kalau ada tsunami,” ungkapnya.

Susi kemudian berkisah tentang tsunami yang terjadi di kampung halamannya di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat pada 17 Juli 2006. Menurutnya, masyarakat Pangandaran tidak seberuntung masyarakat Fakfak yang berada di teluk dalam, seperti Pulau Panjang sehingga memiliki benteng untuk berlindung dari tsunami.

“Di laut kami (Pangandaran) tidak ada apa-apa di depannya. Jadi begitu ada tsunami habislah semua. Yang meninggal pun 1.600 orang. Saya tidak ingin pengalaman itu terjadi di sini. Tolonglah jaga,” Susi Pudjiastuti berpesan. 

 

 

 

 

 

2 dari 4 halaman

Usir Kapal Asing

Menteri Susi mengungkapkan, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI Angkatan Laut, Polair, Kejaksaan, dan Bakamla telah bersinergi membasmi pencurian ikan yang dilakukan kapal-kapal asing di perairan Indonesia, terutama Laut Papua. Setidaknya ada 363 kapal ikan ilegal yang telah ditenggelamkan.

Menurutnya, masyarakat Fakfak perlu meniru semangat ini, dengan berada di baris terdepan menjaga Laut Fakfak dari para penambang pasir ilegal.

“Berapa kapal penyedot pasir? 40 biji saja. Ibu sudah usir ribuan kapal. Masa Bapak tidak bisa berhentikan 40 kapal? Malu tidak? Malu tidak? Malu,” kata Susi menyemangati.

“Ambillah pasir dari pulau yang besar, dari daratan. Jangan ambil dari laut. Laut itu masa depan bangsa Indonesia. Laut itu yang memberi makan, hidup bapak-bapak semua nantinya, karena darat itu ada batasnya. Dunia ini 70 persennya laut, Pak. Indonesia juga sama 70 persennya laut. Kalau laut dirusak, maka rusaklah masa depan anak-anak, cucu, cicitnya bapak-bapak dan Ibu-ibu semua,” tambahnya.

Susi lebih jauh meminta aparat penegak hukum setempat untuk aktif membantu masyarakat mengamankan penambangan pasir di laut.

3 dari 4 halaman

Patuhi Aturan Tangkap Lobster Bertelur

Selain perkara penambangan pasir, Susi juga berpesan agar masyarakat mematuhi aturan penangkapan spesies laut. Dia meminta agar masyarakat tidak lagi melakukan penangkapan terhadap lobster, kepiting, dan rajungan bertelur. Selain itu, masyarakat diimbau untuk meninggalkan destructive fishing (penangkapan ikan yang merusak) dengan tidak lagi menggunakan portas, bom, dinamit, atau bius, dan sebagainya yang dapat merusak ekosistem laut.

“Mohon aparat razia itu, pupuk-pupuk matahari dipakai untuk apa? Kalau tidak ada pertanian, ada pupuk-pupuk matahari pasti tangkap ikan pakai bom. Waduh habis nanti saudara semua masa depannya,” katanya.

Hal lain yang perlu dipatuhi adalah aturan penggunaan alat tangkap dan wilayah tangkapan. Susi mengingatkan, wilayah di bawah 4 mil dari pulau terluar hanya boleh dimasuki oleh kapal di bawah 10 GT. Adapun kapal 10 GT-30 GT harus menangkap di wilayah di atas 4 mil dari pulau terluar. Lain halnya dengan kapal di atas 30 GT, harus menangkap ikan di wilayah di atas 12 mil laut.

Pengaturan ini dianggap penting agar nelayan-nelayan kecil bisa mendapatkan ikan tanpa harus mengeluarkan modal besar untuk membeli bahan bakar. Dengan pengaturan yang adil, nelayan kecil bisa mendapat tangkapan ikan yang cukup banyak di wilayah yang lebih dekat dari daratan tanpa harus bersaing dengan kapal-kapal besar.

“Laut dipelihara, diambil ikannya dengan cara yang benar. Itu namanya kita sebagai makhluk Tuhan mensyukuri nikmat Tuhan yang luar biasa diberikan kepada kita. Jangan sampai kita kufur sama nikmat Tuhan, kalau kita kufur pasti celaka,” tegas Susi. 

4 dari 4 halaman

Pengawasan Lemah

Lemahnya komitmen masyarakat Fakfak terhadap konservasi laut dibenarkan oleh Bupati Fakfak, Mohammad Uswanas. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan. Namun dukungan dan kekompakan dalam pelaksanaannya dinilai masih kurang.

“Saya minta Ibu Menteri datang ke sini karena Fakfak sangat tidak komitmen dengan masalah pengendalian konservasi laut. Saudara masih mau kita punya ikan ke depan? Masih tidak? Kalau masih berarti mulai saat ini kita amankan laut kita,” tutur Uswanas.