Liputan6.com, Jakarta: Menteri Kesehatan Achmad Sujudi mengatakan, hingga Kamis (19/2) pukul 12.00 WIB, ada 8.735 kasus demam berdarah dengue (DBD) di 12 provinsi. Dari jumlah tersebut, 175 korban meninggal dunia, termasuk seorang bocah yang meninggal di Jakarta, hari ini.
Atun, 7 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara, setelah empat hari dirawat. Seorang dokter jaga di ruang Intensive Care Unit (ICU) mengatakan, nyawa anak pasangan Erleni dan Samsuri ini tak terselamatkan karena datang saat kondisinya sudah parah. Atun adalah korban demam berdarah ketiga yang meninggal di rumah sakit tersebut.
Hingga hari ini, ada 29 pasien yang masih dirawat di RSUD Koja. Dua di antaranya adalah pasien anak-anak yang dirawat di ruang ICU. Sedangkan selama Februari, tercatat 70 kasus DBD yang ditangani [baca: Wabah Demam Berdarah Meluas]. Selain itu, RS Koja juga menerima lima pasien yang menggunakan kartu miskin. Namun, semuanya telah sembuh dan diperbolehkan pulang.
Menghadapi wabah demam berdarah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan dana Rp 27 miliar. Menurut Gubernur Sutiyoso, setiap pusat kesehatan masyarakat mendapatkan duit operasional masing-masing Rp 150 juta. Hal ini disampaikan Sutiyoso yang didampingi suami Presiden Megawati Sukarnoputri, Taufik Kiemas, saat mengunjungi pasien DBD di RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur, hari ini.
Pada kesempatan tersebut, Bang Yos--sapaan akrab Sutiyoso--menyatakan penanganan demam berdarah bukan urusan pemerintah saja. Tetapi harus melibatkan masyarakat secara keseluruhan, khususnya berkaitan dengan kebersihan lingkungan.
Sutiyoso menambahkan, Pemprov DKI telah menyiapkan 585 petugas untuk pengasapan atau fogging di seluruh wilayah Ibu Kota. Sedangkan untuk para pasien demam berdarah dibebaskan dari biaya perawatan. Bagi penderita yang kekurangan darah juga akan disediakan Pemprov DKI dengan pembelian langsung dari Palang Merah Indonesia.
Bicara soal darah, PMI Cabang Surabaya, Jawa Timur, kekurangan darah akibat wabah demam berdarah. Kantong-kantong darah di PMI menyusut karena permintaan darah melonjak tiga kali lipat dari biasanya.
Wabah demam berdarah yang menyebar di 123 dari 163 kelurahan di Surabaya berdampak pada permintaan darah. Biasanya, dalam seminggu rata-rata PMI Surabaya melayani permintaan 25-30 kantong. Namun, wabah demam berdarah membuat permintaan darah naik tiga kali lipat, yakni mencapai 100 kantong per tujuh hari.
Hal ini membuat petugas PMI khawatir. Sebab, jumlah permintaan darah tidak sebanding dengan jumlah pendonor. Ketua PMI Surabaya Alisyahbana mengakui tingkat kesadaran warga Surabaya untuk mendonor darah sangat minim.
Sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan jumlah penduduk sekitar 2,5 juta orang, jumlah pendonor seharusnya lima persen dari jumlah penduduk atau sekitar 125 ribu orang. Dengan kalkulasi tersebut, semestinya dalam setahun tersedia 500 ribu kantong darah. Namun, saat ini hanya sekitar 90 ribu kantong yang adan di PMI. Untuk menyiasati pasokan darah, PMI Surabaya akan bekerja sama dengan beberapa perusahaan pemerintah dan swasta agar karyawannya secara rutin mau mendonorkan darahnya.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)
Atun, 7 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara, setelah empat hari dirawat. Seorang dokter jaga di ruang Intensive Care Unit (ICU) mengatakan, nyawa anak pasangan Erleni dan Samsuri ini tak terselamatkan karena datang saat kondisinya sudah parah. Atun adalah korban demam berdarah ketiga yang meninggal di rumah sakit tersebut.
Hingga hari ini, ada 29 pasien yang masih dirawat di RSUD Koja. Dua di antaranya adalah pasien anak-anak yang dirawat di ruang ICU. Sedangkan selama Februari, tercatat 70 kasus DBD yang ditangani [baca: Wabah Demam Berdarah Meluas]. Selain itu, RS Koja juga menerima lima pasien yang menggunakan kartu miskin. Namun, semuanya telah sembuh dan diperbolehkan pulang.
Menghadapi wabah demam berdarah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan dana Rp 27 miliar. Menurut Gubernur Sutiyoso, setiap pusat kesehatan masyarakat mendapatkan duit operasional masing-masing Rp 150 juta. Hal ini disampaikan Sutiyoso yang didampingi suami Presiden Megawati Sukarnoputri, Taufik Kiemas, saat mengunjungi pasien DBD di RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur, hari ini.
Pada kesempatan tersebut, Bang Yos--sapaan akrab Sutiyoso--menyatakan penanganan demam berdarah bukan urusan pemerintah saja. Tetapi harus melibatkan masyarakat secara keseluruhan, khususnya berkaitan dengan kebersihan lingkungan.
Sutiyoso menambahkan, Pemprov DKI telah menyiapkan 585 petugas untuk pengasapan atau fogging di seluruh wilayah Ibu Kota. Sedangkan untuk para pasien demam berdarah dibebaskan dari biaya perawatan. Bagi penderita yang kekurangan darah juga akan disediakan Pemprov DKI dengan pembelian langsung dari Palang Merah Indonesia.
Bicara soal darah, PMI Cabang Surabaya, Jawa Timur, kekurangan darah akibat wabah demam berdarah. Kantong-kantong darah di PMI menyusut karena permintaan darah melonjak tiga kali lipat dari biasanya.
Wabah demam berdarah yang menyebar di 123 dari 163 kelurahan di Surabaya berdampak pada permintaan darah. Biasanya, dalam seminggu rata-rata PMI Surabaya melayani permintaan 25-30 kantong. Namun, wabah demam berdarah membuat permintaan darah naik tiga kali lipat, yakni mencapai 100 kantong per tujuh hari.
Hal ini membuat petugas PMI khawatir. Sebab, jumlah permintaan darah tidak sebanding dengan jumlah pendonor. Ketua PMI Surabaya Alisyahbana mengakui tingkat kesadaran warga Surabaya untuk mendonor darah sangat minim.
Sesuai ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan jumlah penduduk sekitar 2,5 juta orang, jumlah pendonor seharusnya lima persen dari jumlah penduduk atau sekitar 125 ribu orang. Dengan kalkulasi tersebut, semestinya dalam setahun tersedia 500 ribu kantong darah. Namun, saat ini hanya sekitar 90 ribu kantong yang adan di PMI. Untuk menyiasati pasokan darah, PMI Surabaya akan bekerja sama dengan beberapa perusahaan pemerintah dan swasta agar karyawannya secara rutin mau mendonorkan darahnya.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)