Sukses

Awasi Penyaluran Dana Kompensasi BBM

Ada beberapa titik rawan dalam penyaluran dana kompensasi sebesar Rp 17 triliun. Misalnya kompensasi bidang kesehatan untuk lebih dari 36 juta rakyat miskin. Masyarakat harus ikut mengawasi.

Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah akan mengucurkan dana kompensasi bahan bakar minyak sekitar Rp 17 triliun menyusul kenaikan harga BBM sebesar 29 persen. Penyaluran dana kompensasi BBM yang berasal dari dana alokasi subsidi BBM itu ditengarai rawan kebocoran. Hal itupun diakui Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, belum lama berselang.

Kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM membuat pemerintah harus menaikkan harga BBM rata-rata 29 persen. Alasannya pemerintah ingin memindahkan subsidi yang selama ini dinikmati orang kaya kepada orang kecil. Alokasi BBM terbesar ditujukan untuk beasiswa masyarakat miskin yang mencapai Rp 5,6 triliun. Sisanya ditujukan untuk subsidi beras miskin (raskin), bantuan pembangunan desa tertinggal serta pengobatan gratis bagi masyarakat tidak mampu [baca: Kompensasi BBM Dikucurkan dalam Delapan Program Dasar].

Menneg PPN/Kepala Bappenas Sri Mulyani mengakui ada beberapa titik rawan dalam penyaluran dana kompensasi. Misalnya kompensasi bidang kesehatan untuk lebih dari 36 juta rakyat miskin. Pemerintah hanya mengacu pada data makro Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan sensus pemodelan, sehingga tidak diketahui pasti secara jumlah dan tempat tinggal orang miskin. Hal inilah yang menjadi rawan kebocoran dana pada tingkat pelaksana [baca: Subsidi BBM untuk Siapa?].

Untuk mengantisipasi kebocoran tersebut, sebagai pengawas pemerintah provinsi merekrut tim monitoring yang bekerja sama dengan 30 perguruan tinggi. Selain itu juga disediakan Call Center BBM yang bisa dihubungi masyarakat jika ditemukan adanya penyelewengan. Masyarakat pun harus ikut mengawasi supaya dana kompensasi yang besar itu tidak menjadi ladang korupsi baru [baca: Penyaluran Dana Kompensasi Akan Diawasi Ketat].

Kenaikan harga BBM telah memicu kenaikan ongkos transportasi dan berbagai biaya lainnya. Sejumlah pelaku usaha juga harus memutar otak untuk menyiasati harga agar barang hasil produksi tetap dapat terjangkau masyarakat.

Pada malam sebelum diberlakukannya harga BBM yang baru, sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) dipadati kendaraan bermotor. Warga berharap dapat berhemat ribuan rupiah sebelum harus membayar BBM dengan tarif baru.

Masyarakat memang harus menghadapi berbagai kenaikan tarif pascapemberlakuan tarif baru BBM. Transportasi adalah sektor yang menerima dampak langsung dari kebijakan pemerintah ini. Dari hitung-hitungan Departemen Perhubungan, ongkos transportasi hanya naik maksimal 6,5 persen. Namun kenyataan di lapangan angkutan kota mematok kenaikan tarif hingga 30 persen [baca: Kenaikan Tarif Angkot di Jakarta Masih Dibahas].

Dari sektor makanan dan minuman, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmi) memprediksi kenaikan akan berkisar antara satu hingga tiga persen. Industri tekstil juga telah memperkirakan barang tekstil naik sekitar 10 persen. Masyarakat juga harus bersiap dengan kenaikan harga rumah yang bisa berkisar 15 hingga 20 persen [baca: Barang Toko Ritel Naik Dua Bulan Mendatang].

Beban berat juga dirasakan sejumlah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena naiknya biaya produksi sekitar dua hingga lima persen. Di Kota Kediri, Jawa Timur, misalnya. Sekitar 400 perusahaan jenis industri rumahan terancam gulung tikar karena bila menaikkan harga barang akan mengakibatkan turunnya jumlah pembeli.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)