Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti dan Meulaboh, Aceh Barat memiliki hubungan yang erat. Karena perannya di daerah inilah, sejarah Susi Air dimulai.
Cerita ini diungkapkan oleh asistennya Fika Fawzia melalui akun Instgram miliknya. Ia juga menceritakan bagaimana Menteri Susi masih mengenakan pakaian adat Aceh setelah memberikan kuliah umum di Universitas Teuku Umar di Aceh Barat.
Di foto itu, Menteri Susi tampak belakang. Ia mengenakan pakaian hitam dengan detail kain songket kuning di bagian pergelangan tangan. Kain songket Aceh diselempangkan di dada hingga punggung, serta celana hitamnya pun dibalut dengan songket.
Advertisement
Menteri Susi juga mengenakan penutup kepala dengan kain berwarna senada. Penampilannya pun disebut bagaikan Cut Nyak Dien masa kini.
Fika Fawzia menyebut Menteri Susi dengan istilah Boss. Keterangan foto yang ia bubuhkan untuk foto Menteri Susi berpakaian adat Aceh pun menarik untuk dibaca karena menunjukkan bagaimana kerelaan sang menteri menggunakan aset pribadinya untuk membantu korban tsunami di Meulaboh, Aceh Barat, 2004 silam.
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut ini.
Cerita Fika Fawzia
Fika menceritakan, beberapa minggu sebelum bencana tsunami melanda Aceh, Menteri Susi baru membeli dua pesawat Caravan untuk dipakai mengangkut hasil ikan dan lobster perusahaan perikanan Susi Marine miliknya. Boss tahu bahwa nilai ikan segar jauh lebih tinggi dibandingkan ikan beku atau olahan lainnya, sehingga moda transportasi tercepat untuk menjaga kesegaran ikan adalah lewat udara. Pesawat saat itu baru dilatih untuk terbang dari Pangandaran ke Jakarta sebagai uji coba angkut produk laut.
Pada 26 Desember 2004, kabar mengenai tsunami yang memorak-porandakan Banda Aceh dan sekitarnya mendunia, tetapi berita mengenai Meulaboh, wilayah yang berada di pesisir barat Sumatera menghadap langsung Samudera Hindia, sangat kurang. Menteri Susi dikontak oleh beberapa orang apakah bisa menggunakan pesawatnya untuk mengangkut wartawan atau evakuasi.
Wilayah Aceh dan Maluku adalah dua daerah di Indonesia yang saat itu sedang konflik, sehingga pihak asuransi pesawat tidak mau menanggung biaya bila terjadi kerusakan atau bencana di sana. Namun, akhirnya Menteri Susi tetap mengambil risiko untuk mendarat di Meulaboh setelah sebelumnya memutar di udara, setidaknya enam kali.
Meskipun sudah diingatkan "jangan ambil misi bunuh diri", pesawat Caravan tersebut akhirnya berhasil mendarat dengan sisa landasan 480 meter yang masih utuh setelah retak karena gempa," tulisnya.
Hari-hari setelah itu, Menteri Susi dan pesawatnya mengangkut makanan dan obat, serta awak media dari Medan, dengan biayanya sendiri. Bila kembali, pesawat melakukan evakuasi medis bagi korban bencana yang tidak bisa ditangani di Meulaboh. Terkadang, pilihan siapa yang diangkut adalah urusan hidup atau mati. Sampai Januari 2005, karena sudah tidak ada uang pribadi yang bisa disisihkan, Menteri Susi memutuskan untuk tidak terbang lagi. Media internasional saat itu, juga pemerintah Indonesia, akhirnya meminta pesawat Susi untuk mengudara kembali dengan biaya mereka. Di situlah, sejarah "Susi Air" dimulai.
"Delapan tahun setelah Boss terakhir mendarat ke Meulaboh akhirnya beliau kembali untuk memenuhi undangan kuliah umum dari Universitas Teuku Umar. Usai kegiatan, Boss kembali ke Jakarta, masih memakai baju adat Aceh lengkap dengan turban sebagai penutup kepala," tulis Fika.
Advertisement