Sukses

Konflik Keyakinan di Lombok Barat

"Hentikan pengajian itu," teriak sebagian warga saat berupaya membubarkan pengajian kelompok Salafi di sebuah surau di Dusun Beroro, Desa Jembatan Kembar, Lombok Barat. Inilah konflik keyakinan di NTB.

Liputan6.com, Lombok Barat: Siang itu, ratusan warga tampak berkerumun di depan sebuah surau di Dusun Beroro, Desa Jembatan Kembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusatenggara Barat. Mereka terlihat berteriak-teriak kepada puluhan jamaah Salafi yang tengah mengadakan pengajian di dalam surau itu. "Hentikan pengajian itu," teriak sebagian warga yang datang berduyun-duyun pada Jumat 16 Juni silam.

Ketegangan pun kian memuncak ketika kedatangan mereka terlihat dihiraukan. Gerak tubuh penuh amarah warga pun semakin tampak saat para pemimpin kelompok Salafi dipaksa keluar dari surau tersebut. Keinginan warga ini sepertinya tak bisa dicegah sehingga polisi hanya bisa menahan arus kekuatan massa agar tidak berubah menjadi anarki. Kemarahan warga ini dikarenakan ajaran Salafi dinilai sesat.

Setelah dipaksa keluar, para ustad Salafi itu kemudian digiring warga untuk pergi ke rumah kepala desa setempat. Saat diusung warga, massa lainnya terlihat berlarian sambil berteriak-teriak mengikuti para ustad Salafi itu.

Ketika pemimpin pengajian itu tak ada lagi di surau, jamaah Salafi yang tersisa tak juga meninggalkan surau. Padahal warga yang protes meminta para pengikut kelompok Salafi tersebut segera meninggalkan Dusun Beroro. Sebab, keberadaan kelompok Salafi ini telah mengganggu penduduk Dusun Beroro soalnya ajaran Islam mereka berbeda dengan warga lainnya [baca: Warga di Lombok Barat Menyerang Jemaat Salafi].

Nurhasan, warga Beroro yang ikut protes dalam aksi ini mengatakan pengajian kelompok Salafi itu sebenarnya sempat terhenti. "Dulu sempat berhenti sehingga kampung aman. Warga menginginkan pengajian itu ditutup," ujar Nurhasan saat berada di lokasi kejadian.

Sesampainya para ustad Salafi di tempat tujuan, kemarahan warga juga masih terlihat. Makian dan cercaan terus disuarakan warga kepada mereka. Hanya satu permintaan yang disampaikan warga saat itu, yakni meminta para ustad Salafi menghentikan pengajian tersebut.

Memanasnya situasi di Dusun Broro itu sebenarnya sudah tercium sejak dua pekan terakhir. Pasalnya sejumlah tokoh agama yang ada di Dusun Broso mempermasalahkan tata cara beribadah warga Salafi yang berbeda dengan kebiasaan yang dianut warga setempat.

Warga sekitar menilai tata cara beribadah warga Salafi menyimpang dari ajaran Islam sebenarnya. Tidak hanya itu, warga Salafi cenderung memposisikan dirinya eksklusif dan menghindar berbaur dengan warga kebanyakan di dusun tersebut. Sementara itu, para tokoh agama setempat sudah beberapa kali mengingatkan warga Salafi berbaur dan menggunakan tata cara sebagaimana warga setempat.

Menurut Muhammad Sadi, tokoh masyarakat setempat, peristiwa itu terjadi karena sebagian warga Dusun Beroro belum siap menerima ajaran Salafi. "Penyebabnya itu sebenarnya sepele. Warga belum paham dan belum siap pikirannya menerima ajaran Salafi sehingga emosi," kata dia kepada SCTV.

Di dalam aliran Salafi ini setiap pengikutnya memang diharuskan untuk menghayati ajaran Islam dengan murni dan tetap bersandar kepada Alquran dan Hadist. Namun dalam ajaran Salafi memang tak membacakan talqin dalam prosesi penguburan jenazah dan doa qunut ketika salat Subuh. Selain itu, mereka juga tidak mengenal tahlilan bagi orang meninggal yang kerap diadakan malam hari selama beberapa hari.

Ajaran Salafi yang berbeda dengan warga lainnya inilah yang membuat mereka merasa tersinggung. Bahkan, warga setempat menuding kelompok pengajian aliran Salafi ini sering menyindir prilaku orang lain yang tidak sepaham. "Masyarakat (muslim) di sini itu menjalankan apa yang sudah ada sebelumnya seperti tahlilan bagi orang meninggal. Nah, itulah yang kerap menjadi masalah," ujar Komarudin, salah satu warga Dusun Beroro.

Kini surau di sudut Dusun Beroro itu tak lagi menjadi tempat pengajian saat SCTV bertandang ke tempat tersebut. Pasalnya peristiwa pada 16 Juni silam itu membuat para pengikut Salafi yang tinggal di sekitar surau enggan menfungsikan kembali surau tersebut.

Peristiwa kemarahan sebagian warga terhadap kelompok Salafi ini bukan kali pertama terjadi di Pulau Lombok. Menurut catatan Kepolisian Resor Lombok Barat sudah empat peristiwa serupa yang terjadi di wilayahnya dalam enam bulan terakhir.

Salah satunya adalah peristiwa yang terjadi di Yayasan Pondok Pesantren Ihiya' Ussunnah di Lingkungan Repok Gapuk, Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Adapun akibat yang ditimbulkan dalam insiden ini lebih parah dari Dusun Beroro. Karena sebuah sekolah di pesantren itu dirusak ratusan warga. Ini membuat warga sekitar tak lagi sekolah hingga saat ini karena gedung sekolahnya hancur.

Bagi kelompok Salafi, segala macam kekerasan yang mereka alami adalah bentuk dari sebuah perjuangan untuk menegakkan kebenaran. Sehingga tak ada keragu-raguan bagi setiap anggota kelompok ini untuk tetap menjalankan ajaran Salafi yang mereka yakini sebagai kebenaran.

Samidin, salah seorang ustad Salafi, mengatakan dalam ajarannya memang ada sedikit perbedaan. "Tidak mungkin satu pengajian itu tidak ada perbedaan. Tetapi perbedaan itu wajar dan harus kita pahami," ungkap Samidin.

Menurut kelompok Salafi ini, konflik yang muncul tersebut hanya sebuah kesalahpahaman semata. Selebaran gelap yang beredar memojokkan mereka bukanlah persoalan. "Kita tidak pernah dendam terhadap masalah ini malahan dia (kelompok lain) yang kadang-kadang mempermasalahkan," jujur Zainudin, ustad jamaah Salafi lainnya.

Zainudin mengatakan bahwa masalah yang menimpa kelompoknya masih belum selesai. Sebab, dia menyakinkan tak ada masalah yang tak selesai. Maka setelah kejadian pengusiran itu, warga Salafi tetap menjalankan salat lima waktu. Namun pengajian dan kegiatan ceramah di Dusun Beroro untuk sementara waktu tidak diselenggarakan sampai keadaan benar-benar baik.

Berbeda dengan di beberapa pelosok Pulau Lombok, keberadaan ajaran Salafi tidak mempunyai masalah dengan kelompok lain. Ini seperti yang terjadi terhadap warga Salafi di Kota Mataram. Mereka tetap menjalankan pengajian dengan tenang.
Konflik antara warga dan kelompok Salafi ini memang membuat Majelis Ulama Indonesia NTB turut prihatin. Menurut Sekretaris MUI NTB, Tuan Guru Haji Mahaly Fikri, ajaran Salafi tak menyimpang dari ajaran Islam dan tidak sesat atau mesti dijauhi dan dimusuhi oleh umat Islam lainnya.

Mahaly Fikri menambahkan masyarakat Lombok Barat memang belum siap menerima perbedaan karena belum cukup pengetahuan. Sebab yang dilakukan gerakan Salafi ada sumbernya di dalam Alquran dan hadist. "Memang dari ajaran Salafi itu ada gerakan permurnian dalam ajaran Islam," tegas Mahaly.

Menyikapi peristiwa demi peristiwa antara kelompok Salafi dan sebagian warga sekitar ini, Polres Lombok Barat mempunyai sudut pandang tersendiri. "Kita sudah lakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada mereka. Tapi kita tidak secara zakelijk menegakkan hukum itu karena bisa menimbulkan konflik baru," ungkap Kapolres Lombok Barat Ajun Komisaris Besar Polisi I Gusti Bagus Suteja.(ZIZ/Tim Derap Hukum)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.