12 Mei 1998. Sore tiba. Ribuan mahasiswa Universitas Trisakti memutuskan untuk mengakhiri demonstrasi. Dalam negosisiasi mahasiswa dengan Dandim Jakarta Barat Letkol (Inf) A Amril dan Kapolres Jakarta Barat Letkol (Pol) Timur Pradopo disepakati, mahasiswa kembali ke dalam kampus.
Karena pintu masuk yang kecil, proses kembalinya mahasiswa ke dalam kampus berjalan lambat. Sebagian masih ada di Jl S. Parman, depan kampus. Tiba-tiba, dor! dor! sejumlah mahasiswa terkapar disambar peluru.
Empat mahasiswa tewas terkena peluru tajam yang ditembakkan aparat keamanan yang berada di jalan layang Grogol. Puluhan mahasiswa lain menderita luka-luka berat dan ringan.
Para korban tewas adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur, angkatan 1996), Heri Hertanto (Fakultas Teknik Industri, angkatan 95), Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi, angkatan 96), dan Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil, angkatan 95).
Ketua Crisis Centre Universitas Trisakti, Adi Andojo Soetjipto dalam jumpa pers, Selasa 12 Mei 198 malam, mengemukakan, "Kami sudah bilang aparat jangan represif, tapi kok seperti ini. Mahasiswa saya ditembaki dengan peluru tajam, dan itu berlangsung di dalam kampus. Padahal seharusnya ada prosedurnya. Kok ini tiba-tiba pakai peluru tajam, dan mereka (mahasiswa) sudah berada di dalam kampus. Padahal mahasiswa tidak melawan, tidak melempar batu, dan tidak melakukan kekerasan," kata Adi seperti dikutip Kompas.
Menurut Adi Andojo, ia ikut mengawasi sewaktu mahasiswa melakukan unjuk rasa sampai di luar kampus. Ketika itu mahasiswa hendak menuju ke DPR, namun dihadang aparat keamanan.
"Tetapi saya berhasil menahan mereka untuk berhenti di depan bekas kantor Wali Kota. Bahkan Kapolres Jakarta Barat Letkol (Pol) Timur Pradopo, mengakui dan mengucapkan terima kasih atas ketertiban yang ditunjukkan mahasiswa," ujar mantan Hakim Agung tersebut.
Aksi mahasiswa tersebut diikuti mahasiswa, dosen, pegawai, dan para alumni Trisakti mulai pukul 11.00 WIB. Mereka menuntut reformasi dan turunnya Soeharto dari tampuk kepemimpinan.
Tragedi Trisakti ini disusul kerusuhan massal di Jakarta, 13 Mei dan 14 Mei. Toko-toko dijarah. Sejumlah gedung dibakar. Ratusan orang tewas. Jakarta seperti kota hantu.
Demonstrasi terus terjadi di banyak kota di Indonesia. Tuntutan agar Soeharto mundur kian keras disuarakan. Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta. Akhirnya, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun.
15 tahun berlalu, belum ada aktor intelektual Tragedi Trisakti yang diadili dan dihukum. (Yus)
Karena pintu masuk yang kecil, proses kembalinya mahasiswa ke dalam kampus berjalan lambat. Sebagian masih ada di Jl S. Parman, depan kampus. Tiba-tiba, dor! dor! sejumlah mahasiswa terkapar disambar peluru.
Empat mahasiswa tewas terkena peluru tajam yang ditembakkan aparat keamanan yang berada di jalan layang Grogol. Puluhan mahasiswa lain menderita luka-luka berat dan ringan.
Para korban tewas adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur, angkatan 1996), Heri Hertanto (Fakultas Teknik Industri, angkatan 95), Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi, angkatan 96), dan Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil, angkatan 95).
Ketua Crisis Centre Universitas Trisakti, Adi Andojo Soetjipto dalam jumpa pers, Selasa 12 Mei 198 malam, mengemukakan, "Kami sudah bilang aparat jangan represif, tapi kok seperti ini. Mahasiswa saya ditembaki dengan peluru tajam, dan itu berlangsung di dalam kampus. Padahal seharusnya ada prosedurnya. Kok ini tiba-tiba pakai peluru tajam, dan mereka (mahasiswa) sudah berada di dalam kampus. Padahal mahasiswa tidak melawan, tidak melempar batu, dan tidak melakukan kekerasan," kata Adi seperti dikutip Kompas.
Menurut Adi Andojo, ia ikut mengawasi sewaktu mahasiswa melakukan unjuk rasa sampai di luar kampus. Ketika itu mahasiswa hendak menuju ke DPR, namun dihadang aparat keamanan.
"Tetapi saya berhasil menahan mereka untuk berhenti di depan bekas kantor Wali Kota. Bahkan Kapolres Jakarta Barat Letkol (Pol) Timur Pradopo, mengakui dan mengucapkan terima kasih atas ketertiban yang ditunjukkan mahasiswa," ujar mantan Hakim Agung tersebut.
Aksi mahasiswa tersebut diikuti mahasiswa, dosen, pegawai, dan para alumni Trisakti mulai pukul 11.00 WIB. Mereka menuntut reformasi dan turunnya Soeharto dari tampuk kepemimpinan.
Tragedi Trisakti ini disusul kerusuhan massal di Jakarta, 13 Mei dan 14 Mei. Toko-toko dijarah. Sejumlah gedung dibakar. Ratusan orang tewas. Jakarta seperti kota hantu.
Demonstrasi terus terjadi di banyak kota di Indonesia. Tuntutan agar Soeharto mundur kian keras disuarakan. Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta. Akhirnya, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun.
15 tahun berlalu, belum ada aktor intelektual Tragedi Trisakti yang diadili dan dihukum. (Yus)