Warga Solo, Jawa Tengah, menyindir tersangka suap pengurusan Pilkada Lebak dan Gunung Mas, Ketua non-aktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, dengan aksi teatrikal potong jari. Penerapan hukuman potong jari itu pernah diusulkan Akil untuk sebagai cara efektif memberantas koruptor.
Dalam tayangan Liputan 6 SCTV, Minggu (6/10/2013), aksi teatrikal potong jari boneka Akil Mochtar oleh mahasiswa di Solo, Jawa Tengah, disambut tepuk tangan massa yang menonton demonstrasi damai itu. Aksi itu merupakan sindiran kepada Akil yang pernah melemparkan ide hukuman potong jari kepada koruptor.
Namun, Akil yang baru saja dilantik sebagai Ketua MK menggantikan Mahfud MD justru tersangkut dugaan suap sengketa pilkada. Pendemo menuntut oknum penegak hukum selayaknya mendapat hukuman lebih berat, termasuk hukuman mati karena korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi III DPR menilai hukuman mati tak mungkin diterapkan karena tak ada landasan hukumnya.
"Akil dijerat dengan pasal 12 huruf CÂ UU 31/1999 tentang pemberantasan Tipikor. Paling cuma bisa dijerat pasal penyuapan dengan hukuman maksimal seumur hidup. Kalau dipenjara minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun," kata aktivis ICW, Tama S Langkun.
"Hukuman mati bagi koruptor itu nggak ada. Hukuman yang berlaku adalah hukuman seumur hidup," kata Fraksi Golkar Komisi III DPR, Aziz Syamsudin.
Wacana hukuman mati pada koruptor pertama kali dimunculkan oleh Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie. Jimly mengaku geram setelah Ketua Non-aktif MK, Akil Mochtar, tertangkap tangan diduga menerima suap Pilkada Gunung Mas Kalimantan Tengah dan Pilkada Lebak, Banten. (Adi/Yus)
[VIDEO] Suap MK, Warga Solo `Potong Jari` Akil Mochtar
Aksi itu merupakan sindiran kepada Akil yang pernah melemparkan ide hukuman potong jari kepada koruptor.
Advertisement