Sukses

Waktu Sidang Terulur, Anin Harap-Harap Cemas Bisa Ikuti UN di SMAN 1 Semarang

Tim Advokasi Pendidikan Anak Bangsa khawatir jika ketidaksiapan itu sebuah kesengajaan untuk mengulur putusan agar sidang selesai usai pelaksanaan Ujian Nasional.

Liputan6.com, Semarang - Sidang lanjutan gugatan Suwondo, orangtua Anindya Helga, siswi SMA Negeri 1 Semarang Kamis, 22 Maret 2018, mengagendakan pemeriksaan alat bukti. Sidang dilangsungkan dua kali sepekan di PTUN Semarang agar bisa selesai sebelum pelaksanaan Ujian Nasional.

Kuasa hukum Kepala SMA Negeri 1 Semarang yang berjumlah 16 orang dari jaksa pengacara negara Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Tengah datang terlambat. Para kuasa hukum ini juga membawa alat bukti yang tidak sesuai permintaan hakim pada sidang sebelumnya.

Menurut Kahar Muamalsyah dari Tim Advokasi Peduli Pendidikan Anak Bangsa, pihaknya membawa sekitar 20 dokumen sebagai alat bukti. Itupun masih ada alat bukti kunci yang belum disampaikan.

"Masih ada alat bukti yang belum dilegalisasi di kantor pos jadi belum bisa diajukan. Insya Allah segera kita sampaikan," kata Kahar Muamalsyah kepada Liputan6.com.

Sementara itu, Aris Septiono yang juga berada satu tim menyebutkan bahwa pihaknya juga sudah mulai menyiapkan saksi-saksi yang menguatkan pihak Anin bahwa pemecatannya sebagai siswa SMA Negeri 1 Semarang itu cacat hukum dan harus dibatalkan.

"Tadi majelis hakim menolak semua alat bukti yang diajukan kuasa hukum Kepala SMA Negeri 1 Semarang karena hanya berupa sebuah surat yang dipindai," kata Aris.

 

2 dari 2 halaman

Strategi Kepsek?

Molornya sidang yang disebabkan terlambatnya kuasa hukum kepala sekolah, ternyata menimbulkan tafsir dan spekulasi yang bermacam-macam. Sukarman, salah satu kuasa hukum Anin khawatir jika hal itu menjadi salah satu strategi mengulur sidang.

"Kita lihat sidang ke depan. Apakah terlambat lagi atau tidak. Mereka siap atau tidak. Karena ada kemungkinan ini strategi mengulur sidang sehingga putusan melebihi pengumuman pelaksanaan Ujian Nasional," kata Sukarman.

Jika itu yang terjadi, gugatan PTUN yang diajukan akan sia-sia karena Anindya Helga Nur Fadhila tetap tidak bisa mengikuti ujian nasional di SMA Negeri 1 Semarang. Meskipun, seandainya gugatan PTUN dimenangkan.

Dalam sidang persiapan sudah disepakati oleh dua pihak bahwa sidang dilaksanakan seminggu dua kali dan tepat waktu. Kuasa hukum Kepala SMA Negeri 1 Semarang juga sudah menyepakati hal tersebut.

"Ini sidang molor sampai tiga jam lebih," kata Sukarman.

Sugeng Riyadi, Kasi Penkum Kejati Jateng menyebutkan bahwa pihaknya berkoordinasi dengan Biro Hukum Setda Pemprov Jateng dalam menghadapi gugatan PTUN ini. Kejaksaan mengaku wajib membantu karena posisinya sebagai pengacara negara.

Total ada 17 kuasa hukum yang disiapkan menghadapi gugatan PTUN itu. Menurutnya, itu bukan jumlah yang besar. "Dengan tim seperti itu, pembagian tugas lebih mudah. Ada yang membuat jawaban, ada yang menyiapkan bukti-bukti, memanggil saksi," kata Sugeng.

Sugeng tak menjelaskan mengenai bukti yang hanya sebuah pindaian surat sehingga memaksa majelis hakim menunda pemeriksaan alat bukti dari Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Semarang.

Hakim ketua Indah Mayasari dan dua hakim anggota, yakni Oktova Primasari dan Panca Yunior Utomo menegur kuasa hukum tergugat agar menghormati waktu sidang. Sidang berikutnya adalah pemeriksaan saksi. Tergugat diminta datang tepat waktu, yakni jam 09.00 sidang dimulai.