Penarikan Warga Israel Ditunda Lagi

Menurut Wakil Perdana Menteri Israel Shimon Peres, penundaan dilakukan karena banyaknya hari libur. Lamanya penundaan akan berlangsung hingga pertengahan Agustus mendatang. Ada kemungkinan penundaan diperpanjang.

oleh Liputan6 diperbarui 05 Mei 2005, 07:48 WIB
Liputan6.com, Jerusalem: Sekali lagi penarikan warga Israel dari Jalur Gaza ditunda. Penangguhan itu dilakukan lebih dikarenakan banyaknya hari libur. Penundaan akan berlangsung hingga pertengahan Agustus mendatang. Demikian dikemukakan Wakil Perdana Menteri Israel Shimon Peres di kantornya di Jerusalem, Rabu (4/5), di sela-sela pertemuan komite khusus yang menangani rencana penarikan warga Israel dari Jalur Gaza.

Peres menjelaskan, penundaan itu suatu hal yang mungkin. Sebab, Israel perlu menghormati masa berkabung keagamaan Yahudi. Namun, hingga berita ini dilaporkan belum ada pernyataan resmi tentang penundaan itu [baca: Penarikan Warga Israel Diminta Ditunda].

Penundaan tersebut juga diungkapkan Menteri Luar Negeri Israel Silvan Shalom saat berkunjung ke Mauritania. Menurut Shalom, penarikan warga Israel dari wilayah pendudukannya di Jalur Gaza yang semula dijadwalkan 20 Juli 2005 akan diundur sampai 15 Agustus 2005. Bahkan tak tertutup kemungkinan penundaan bisa berlangsung lebih lama lagi.

Penarikan pasukan dan warga Yahudi dari wilayah yang dicaplok Israel sejak perang 1967 adalah bagian dari kesepakatan Peta Jalan Damai. Kendati demikian, penundaan malah akan memberi waktu kepada pemukim Yahudi untuk menggalang protes terhadap rencana penggusuran mereka. Pemukim Yahudi juga sebelumnya ngotot untuk bertahan dari permukiman di Jalur Gaza dan Tepi Barat [baca: Pemukim Yahudi Mengancam Melakukan Perlawanan].

Selagi perhatian difokuskan ke Jalur Gaza, di Tepi Barat terjadi berbagai bentrokan dari aktivis Israel yang mendukung perdamaian. Di Desa Beilin, misalnya, sebelas orang ditangkap tentara Israel. Penangkapan terjadi menyusul aksi protes pembangunan tembok dan pagar pemisah Tepi Barat digelar.

Adapun di permukiman Ariel, Tepi Barat, warga Israel pendukung perdamaian menolak rencana pemerintah mereka untuk meningkatkan status Perguruan Tinggi Yudea dan Samaria. Cukup beralasan memang. Soalnya, pemerintah Israel berencana menjadikan perguruan tinggi tersebut sebagai universitas pertama di wilayah pendudukan mereka.(AIS/Nlg)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya