Liputan6.com, Canberra: Surat berisi serbuk putih kembali dikirimkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra, Australia, Selasa (7/6) pagi. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan, surat teror itu tiba di KBRI sekitar pukul 09.00 waktu setempat atau pukul 06.00 WIB. Isi surat berhasil dideteksi lebih dahulu oleh pihak keamanan KBRI yang dilengkapi dengan alat deteksi surat sejak menerima amplop pada Rabu silam [baca: Kedubes RI di Australia Ditutup].
Menurut Marty, kejadian ini telah dilaporkan pihak KBRI Canberra ke Polisi Federal dan Kementerian Luar Negeri Australia untuk segera ditindaklanjuti. Kini, serbuk putih itu sedang diteliti pihak keamanan Australia bersama tim dari Markas Besar Polri yang masih berada di sana.
Polisi Canberra mendapat pemberitahuan melalui telepon dari salah seorang staf KBRI. Staf itu melaporkan telah menerima paket kiriman mencurigakan yang berisi sepucuk surat beserta serbuk putih. Hingga berita ini ditulis, serbuk putih masih diselidiki petugas keamanan Australia bersama sebuah tim dari Markas Besar Polri yang dikirim sejak ditemukan serbuk putih pertama, 1 Juni silam.
Dalam hitungan menit, KBRI Canberra didatangi sejumlah truk pemadam kebakaran dan setiap karyawan yang bertugas saat kejadian diharuskan mandi di sebuah unit semprotan dekontaminasi. Mereka juga diisolasi sementara. Saat surat teror tiba, Duta Besar Imron Cotan tidak berada di kediamannya.
Akibat teror itu, hari ini, KBRI Canberra kembali ditutup untuk waktu yang belum ditentukan. Sedangkan aktivitas karyawan untuk sementara dialihkan ke Wisma KBRI. Pada 1 Juni silam, KBRI juga mendapat kiriman yang sama, yang diduga mengandung virus antraks. Namun, Polisi Federal Australia kemudian menyatakan bahwa serbuk itu tak berbahaya [baca: Paket di Kebubes RI Tak Berbahaya ].
Pengadilan Negeri Denpasar juga menerima surat teror yang menebarkan bau menyengat. Surat itu sebenarnya sudah diterima sejak Jumat silam. Namun, baru tiga hari kemudian surat misterius itu dilaporkan ke Poltabes Denpasar. Surat ini menimbulkan kecurigaan karena menimbulkan bau menyengat dan mencantumkan nama pengirim Ros Tysoe dari Konsulat Jenderal Australia di Bali. Dari hasil uji forensik surat itu tidak mengandung zat yang membahayakan [baca: Labfor Polri Denpasar Tak Menemukan Zat Beracun].
Setelah PN Denpasar, giliran selanjutnya yang juga menerima surat teror adalah Kejaksaan Negeri Denpasar. Kali ini sasaran teror adalah jaksa penuntut umum kasus Corby, Ida Bagus Wiswantanu dan Ni Wayan Sinaryati. Surat yang mampir di Kejari Denpasar itu masih dalam pemeriksaan.
Aksi teror ini diduga dilakukan sejumlah orang yang tidak puas atas vonis yang dijatuhkan kepada Corby. Vonis 20 tahun penjara untuk Corby membuat sebagian warga Australia marah hingga memunculkan sentimen anti-Indonesia. Jajak pendapat di sejumlah harian menunjukkan, mayoritas orang Australia yakin Corby tidak bersalah. Mereka juga percaya, Mariyuana itu adalah jebakan untuk Corby.
Seusai menerima sejumlah Parlemen Australia di Gedung Deplu, Pejambon, Jakarta Pusat, siang tadi, Menlu Hassan Wirajuda menyatakan, surat teror itu sengaja dikirim untuk menciptakan rasa was-was dan ketakutan. Surat itu juga juga dianggap tidak mengintimidasi Indonesia dan Australia. "Hubungan kedua negara tidak terganggu," kata Hassan.
Pemimpin Delegasi Parlemen Australia Bill Son menyatakan, pertemuan tidak menyinggung ketegangan antara Indonesia dan Australia yang terus menghangat belakangan ini. Pertemuan juga tidak membahas kasus Schapelle Leigh Corby yang dihukum 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar lantaran memiliki mariyuana seberat 4,2 kilogram.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)
Menurut Marty, kejadian ini telah dilaporkan pihak KBRI Canberra ke Polisi Federal dan Kementerian Luar Negeri Australia untuk segera ditindaklanjuti. Kini, serbuk putih itu sedang diteliti pihak keamanan Australia bersama tim dari Markas Besar Polri yang masih berada di sana.
Polisi Canberra mendapat pemberitahuan melalui telepon dari salah seorang staf KBRI. Staf itu melaporkan telah menerima paket kiriman mencurigakan yang berisi sepucuk surat beserta serbuk putih. Hingga berita ini ditulis, serbuk putih masih diselidiki petugas keamanan Australia bersama sebuah tim dari Markas Besar Polri yang dikirim sejak ditemukan serbuk putih pertama, 1 Juni silam.
Dalam hitungan menit, KBRI Canberra didatangi sejumlah truk pemadam kebakaran dan setiap karyawan yang bertugas saat kejadian diharuskan mandi di sebuah unit semprotan dekontaminasi. Mereka juga diisolasi sementara. Saat surat teror tiba, Duta Besar Imron Cotan tidak berada di kediamannya.
Akibat teror itu, hari ini, KBRI Canberra kembali ditutup untuk waktu yang belum ditentukan. Sedangkan aktivitas karyawan untuk sementara dialihkan ke Wisma KBRI. Pada 1 Juni silam, KBRI juga mendapat kiriman yang sama, yang diduga mengandung virus antraks. Namun, Polisi Federal Australia kemudian menyatakan bahwa serbuk itu tak berbahaya [baca: Paket di Kebubes RI Tak Berbahaya ].
Pengadilan Negeri Denpasar juga menerima surat teror yang menebarkan bau menyengat. Surat itu sebenarnya sudah diterima sejak Jumat silam. Namun, baru tiga hari kemudian surat misterius itu dilaporkan ke Poltabes Denpasar. Surat ini menimbulkan kecurigaan karena menimbulkan bau menyengat dan mencantumkan nama pengirim Ros Tysoe dari Konsulat Jenderal Australia di Bali. Dari hasil uji forensik surat itu tidak mengandung zat yang membahayakan [baca: Labfor Polri Denpasar Tak Menemukan Zat Beracun].
Setelah PN Denpasar, giliran selanjutnya yang juga menerima surat teror adalah Kejaksaan Negeri Denpasar. Kali ini sasaran teror adalah jaksa penuntut umum kasus Corby, Ida Bagus Wiswantanu dan Ni Wayan Sinaryati. Surat yang mampir di Kejari Denpasar itu masih dalam pemeriksaan.
Aksi teror ini diduga dilakukan sejumlah orang yang tidak puas atas vonis yang dijatuhkan kepada Corby. Vonis 20 tahun penjara untuk Corby membuat sebagian warga Australia marah hingga memunculkan sentimen anti-Indonesia. Jajak pendapat di sejumlah harian menunjukkan, mayoritas orang Australia yakin Corby tidak bersalah. Mereka juga percaya, Mariyuana itu adalah jebakan untuk Corby.
Seusai menerima sejumlah Parlemen Australia di Gedung Deplu, Pejambon, Jakarta Pusat, siang tadi, Menlu Hassan Wirajuda menyatakan, surat teror itu sengaja dikirim untuk menciptakan rasa was-was dan ketakutan. Surat itu juga juga dianggap tidak mengintimidasi Indonesia dan Australia. "Hubungan kedua negara tidak terganggu," kata Hassan.
Pemimpin Delegasi Parlemen Australia Bill Son menyatakan, pertemuan tidak menyinggung ketegangan antara Indonesia dan Australia yang terus menghangat belakangan ini. Pertemuan juga tidak membahas kasus Schapelle Leigh Corby yang dihukum 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Denpasar lantaran memiliki mariyuana seberat 4,2 kilogram.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)