Liputan6.com, Jakarta: Lingkungan Rukun Tetangga 14/Rukun Warga 03, Kelurahan Cawang, Jakarta Timur, adalah salah satu daerah langganan demam berdarah dengue (DBD). Saat DBD dinyatakan sebagai kejadian luar biasa pada Februari silam, kawasan ini ditetapkan sebagai zona merah. Berbagai upaya pencegahan penyakit ini pun dilakukan seperti pemberantasan jentik dan pengasapan atau fogging.
Namun dalam dua bulan terakhir, lima warga di kawasan ini kembali menjadi korban nyamuk Aedes aegypti. Dari pemantauan SCTV, belum lama ini, berjangkitnya kembali DBD di wilayah ini diduga karena kurangnya kesadaran warga menjaga kebersihan lingkungan. Banyak selokan tersumbat dan tumpukan barang bekas yang menjadi sarang nyamuk. Sejumlah warga juga menampung air di luar rumah secara terbuka sehingga menjadi tempat berkembang jentik nyamuk.
Meski sebagian warga mengaku sudah menjaga kebersihan rumah, mereka tak dapat terelakkan dari serangan DBD. Hal itulah yang dialami keluarga Ariyanto dan Marni. Dua anak pasangan ini positif terkena demam berdarah kendati rajin membersihkan lingkungan dan melaksanakan 3M (menguras, menutup, dan menimbun).
Kondisi ini diperparah dengan minimnya upaya pencegahan dari pemerintah. Menurut warga, pengasapan terakhir kali dilakukan pada Maret silam. Pasalnya, warga dihadapkan pada prosedur yang sangat rumit untuk mendapatkan pelayanan pemberantasan nyamuk itu.
Selain di Ibu Kota, wabah demam berdarah kembali melanda Kota Manado, Sulawesi Utara. Sedikitnya 10 bocah berusia di bawah lima tahun positif terkena DBD. Mereka kini dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Profesor dokter Kandau dan RS Pancaran Kasih. Tiga di antaranya berada dalam kondisi mengkhawatirkan. Sementara korban lainnya masih dalam kategori observasi.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Medik RSU Prof. dr. Kandau, Jemi Maryono, jumlah pasien penderita demam berdarah melonjak seiring pergantian musim. Manado memang menjadi daerah endemik penularan DBD. Kasus terparah terjadi pada 2001 dengan jumlah lebih dari 1.000 kasus dan 14 di antaranya meninggal dunia.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)
Namun dalam dua bulan terakhir, lima warga di kawasan ini kembali menjadi korban nyamuk Aedes aegypti. Dari pemantauan SCTV, belum lama ini, berjangkitnya kembali DBD di wilayah ini diduga karena kurangnya kesadaran warga menjaga kebersihan lingkungan. Banyak selokan tersumbat dan tumpukan barang bekas yang menjadi sarang nyamuk. Sejumlah warga juga menampung air di luar rumah secara terbuka sehingga menjadi tempat berkembang jentik nyamuk.
Meski sebagian warga mengaku sudah menjaga kebersihan rumah, mereka tak dapat terelakkan dari serangan DBD. Hal itulah yang dialami keluarga Ariyanto dan Marni. Dua anak pasangan ini positif terkena demam berdarah kendati rajin membersihkan lingkungan dan melaksanakan 3M (menguras, menutup, dan menimbun).
Kondisi ini diperparah dengan minimnya upaya pencegahan dari pemerintah. Menurut warga, pengasapan terakhir kali dilakukan pada Maret silam. Pasalnya, warga dihadapkan pada prosedur yang sangat rumit untuk mendapatkan pelayanan pemberantasan nyamuk itu.
Selain di Ibu Kota, wabah demam berdarah kembali melanda Kota Manado, Sulawesi Utara. Sedikitnya 10 bocah berusia di bawah lima tahun positif terkena DBD. Mereka kini dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Profesor dokter Kandau dan RS Pancaran Kasih. Tiga di antaranya berada dalam kondisi mengkhawatirkan. Sementara korban lainnya masih dalam kategori observasi.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Medik RSU Prof. dr. Kandau, Jemi Maryono, jumlah pasien penderita demam berdarah melonjak seiring pergantian musim. Manado memang menjadi daerah endemik penularan DBD. Kasus terparah terjadi pada 2001 dengan jumlah lebih dari 1.000 kasus dan 14 di antaranya meninggal dunia.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)