Tepung Sagu Rofiq yang Berbahan Pohon Kirai

Tidak hanya pohon sagu yang bisa diolah menjadi tepung sagu. Di tangan Rofiq, pohon kirai bisa diolah menjadi tepung sagu. Sayang, perkembangan usahanya terhambat oleh mesin yang berusia tua.

oleh Liputan6 diperbarui 19 Agu 2005, 09:15 WIB
Liputan6.com, Bogor: Tidak banyak yang tahu kalau tepung sagu terbuat dari pohon kirai atau pohon enau. Sesuai namanya, khalayak pada umumnya hanya tahu kalau tepung sagu terbuat dari pohon sagu. Namun, buat Rofig yang tinggal di Kelurahan Tanah Baru, Kota Bogor, Jawa Barat, hal itu tidak mutlak. Karena pohon sagu mulai sulit untuk didapat, Rofig menjadikan pohon kirai sebagai penggantinya.

Menurut pria setengah baya yang mendapat keahlian dari leluhurnya ini, proses pembuatan tepung sagu ini tidak begitu sulit. Pertama, bagian batang pohon dipotong dan kulitnya dikupas. Kemudian daging pohon diparut dan diperas agar dapat sarinya. Air sari ini diendapkan selama satu jam dalam sebuah bak. Setelah ditiriskan, endapannya dijemur dan diayak sehingga menghasilkan tepung halus.

Untuk penjemuran, diperlukan panas matahari langsung, agar tepung tidak menguning. Jika tidak, dapat mengubah rasa dari tepung yang dihasilkan. Karena itu produksi tepung sagu sering terhenti saat musim hujan datang.

Untuk bahan baku, Rofiq mendapat kiriman pohon kirai dari Banten. Satu pohon dibeli seharga Rp 250 ribu. Setiap lima ton pohon kirai bisa menghasilkan satu ton tepung sagu, dengan harga per kilogram Rp 2.000. Karena biaya produksi yang lumayan tinggi, keuntungan yang diperoleh Rofiq
rata-rata Rp 1 juta setiap bulan.

Kendati keuntungan masih kecil, dia optimistis tepung sagu dari pohon kirai ini mempunyai prospek usaha yang cerah. Sebab, selain bisa dimanfaatkan untuk bahan berbagai jenis makanan, seperti bakso, cendol dan makanan ringan lainnya, harganya juga lebih murah dibanding tepung jenis lain.

Hanya disayangkan, hasil dari usahanya ini masih dipasarkan di sekitar wilayah Bogor dan Jakarta. Namun, Rofiq telah punya rencana memperluas pasar yang sudah ada, kalau dia sudah punya modal untuk mengganti mesin produksinya. Soalnya, dengan mesin berusia 10 tahun yang dia miliki sekarang, sulit untuk mewujudkan keinginan itu. "Paling tidak saya membutuhkan sekitar dua puluh juta rupiah untuk mengganti mesin yang sekarang," jelas Rofiq. Agaknya, impian indah itu masih lama akan terwujud, karena angka Rp 20 juta tidak kecil untuk ukuran seorang Rofiq.(ADO/Nastiti Lestari dan Dwi Firmansyah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya