Massa yang makin emosional lalu merusak dan membakar puluhan rumah pengikut kelompok ini. Sementara ratusan polisi setempat yang diterjunkan di lokasi gagal menghalau massa karena jumlah mereka makin bertambah. Bahkan suara tembakan pistol yang dilepaskan polisi ke udara tak mempan mempengaruhi mereka. Para pengikut jemaat yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi ini akhirnya bersedia dipindahkan.
Menurut Tuan Guru Haji Mahally Fikri, salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia NTB, warga sudah lama menolak keberadaan anggota Ahmadiyah. Apalagi sejak Pemerintah Kabupaten Lombok Barat pascapenyerangan, Agustus tahun lalu, menyatakan ajaran kelompok ini sebagai terlarang.
Advertisement
Kepala Kepolisian Resor Mataram Ajun Komisaris Besar Polisi Ismail Bafadal menduga pemicu aksi ini adalah perbedaan paham yang dianut masyarakat Ahmadiyah dengan warga setempat. Hal ini, menurut Ismail Bafadal, sudah berlangsung lama. Ia tak menampik kemungkinan ada faktor lain pemicu massa yang diprediksi mencapai 6.000 orang. "Bisa saja ada sebab-sebab lain. Sementara yang kita lihat itu," ujar Ismail dalam telewicara dengan Rieke E. Amru dalam Liputan 6 Petang.
Ismail juga mengungkapkan sebelum penyerangan tersebut pihaknya telah mendengar akan adanya aksi tersebut. Tadi pagi polisi juga telah menyiapkan kendaraan untuk mengungsikan para pengikut Ahmadiyah. "Awalnya mereka enggak mau. Setelah mereka melihat sendiri warga itu datang...Barulah mereka mau pindah," terang dia. Meski ada pembakaran, tak ada anggota Ahmadiyah yang menjadi korban.
Kini para pengungsi dipindahkan ke sebuah asrama di Mataram. Polisi juga telah menangkap empat tersangka penyerang. Seorang di antara mereka, kata Ismail, dicokok bersama barang bukti karena mencoba menjarah. "Yang lain karena berusaha membakar," jelas Ismail. Mulanya, tambah dia, tiga orang yang ditangkap dilepas karena desakan massa. Mereka akhirnya dikembalikan setelah terlebih dulu diidentifikasi. Saat ini sekitar 300 polisi masih menjaga lokasi tersebut. "Sehingga kalau ada penyerangan bisa kita antisipasi lebih baik dari yang tadi," demikian Ismail.
Pengusiran disertai kekerasan ini adalah peristiwa ketiga sejak Agustus 2005. Oktober silam, warga Kecamatan Lingsar merusak tiga rumah jemaat yang dianggap sesat itu. Kejadian ini mengakibatkan seorang penganut Ahmadiyah cedera. Usai perusakan, sejumlah anggota jemaat Ahmadiyah meninggalkan rumah dan memilih berkumpul di satu tempat [].(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)