Alunan suara gamelan ini sebenarnya sudah terdengar sejak Selasa silam. Tempo dalam tabuhan gamelan tradisi sekaten ini mengalir lebih lambat seiring tarikan napas para penabuh dan pendengarnya. Gending-gending yang dimainkan ini merupakan karya Sunan Kalijaga salah seorang wali penyebar agama Islam di Jawa sebagai sarana yang komunikatif untuk berdakwah. Tradisi itu kini dikenal sebagai sekaten yang berasal dari kata syahadatain atau dua kalimat syahadat.
Meski hujan mengguyur Kota Yogyakarta, antusiasme warga termasuk turis tetap tidak surut untuk menikmati alunan gending sekatenan. Sambil mendengarkan, warga biasanya mengunyah kinang atau makan nasi gurih serta telur merah. Menurut Kanjeng Raden Tumenggung Purbowijoyo, tradisi makan kinang dan nasi gurih ini sebenarnya ungkapan rasa syukur atas terciptanya harmoni dalam masyarakat. Sayangnya, sebagian masyarakat saat ini tidak lagi memahaminya. Malah menjadikan kinang dan nasi gurih sebagai sarana ngalap atau mencari berkah tertentu.(IAN/Wiwik Susilo)
Advertisement