Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dokter Marius Widjajarta menilai keputusan pemerintah agar PT Megasari Makmur menarik seluruh produknya dalam waktu paling lambat dua bulan sangat beralasan. Sebab kedua bahan aktif yang digunakan itu dapat mengakibatkan kanker hati bagi manusia yang menghirupnya. "Untuk membuktikannya memang harus dalam jangka panjang karena sifatnya kumulatif. Mungkin satu orang baru setahun atau dua tahun baru ada gangguan," jelas Marius di Jakarta, baru-baru ini.
Adapun hasil pemantauan SCTV di lapangan, masyarakat tampaknya belum mengetahui dampak penggunaan klorpirifos dan diklorvos. Bahkan sejumlah pedagang masih menjual HIT dengan bebas di pasaran dengan alasan belum ada pemberitahuan dari pihak produsen. "Kalau memang mereka (PT Megasari Makmur) bersedia menarik barangnya kembali, saya akan kasih. Tapi kalau mereka tidak mau menarik barangnya sendiri, saya rugi. Saya akan jual ke masyarakat," ucap Saiful Lubis, seorang pedagang di Pasar Mampang, Jakarta Selatan.
Advertisement
Sementara itu, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib mengaku pihaknya hingga kini belum mengetahui laporan adanya kandungan pestisida berbahaya pada obat nyamuk HIT. Sedangkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Huzna Zahir mengatakan seharusnya pemerintah lebih serius menangani penggunaan zat kimia berbahaya ini. "Kalau zat ini masih ditemukan pada produk yang beredar di masyarakat berarti ada kelemahan dari pengawasan," kata Huzna [baca: YLKI: Pemerintah Lemah Mengawasi Penggunaan Zat Berbahaya].
Ditemukannya penggunaan klorpirifos dan diklorvos pada obat nyamuk HIT setelah Badan Pupuk dan Obat-obatan Deptan melakukan inspeksi mendadak ke PT Megasari Makmur di kawasan Gunungputri, Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, PT Megasari terancam sanksi berupa denda sebesar Rp 2 miliar dan atau kurungan penjara lima tahun.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)