<i>Reshuffle</i>, Perlu atau Tidak?

Beberapa posisi menteri mulai disebut-sebut akan diganti karena dinilai tidak bekerja secara maksimal. Kunci kini ada di tangan Presiden Yudhoyono. Misteri jadi tidaknya reshuffle ada di kantung Presiden.

oleh Liputan6 diperbarui 15 Mar 2007, 02:16 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Beberapa hari belakangan, isu reshuffle berembus kencang di Istana Kepresidenan. Berbagai kalangan mendesak perlunya perombakan pada jajaran Kabinet Indonesia Bersatu. Pembenahan kabinet pelangi ini dinilai perlu untuk adanya perubahan ke arah yang lebih baik dalam waktu cepat. Beberapa posisi menteri mulai disebut-sebut akan diganti karena dinilai tak bekerja secara maksimal.

Secara keseluruhan kinerja kabinet yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini dinilai sangat mengecewakan. Jauh dari yang dijanjikan saat kampanye di pemilihan umum. "Secara jujur perombakan ini harus dilakukan secara keseluruhan," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung dalam acara Topik Minggu Ini di Jakarta, Rabu (14/3).

Pramono mengibaratkan Kabinet Indonesia Bersatu sebuah orkestra. Kekompakan dan harmoni orkestra pun tergantung sang konduktor. Pramono menilai selama ini konduktor tidak berjalan dengan baik. Bahkan ada rivalitas antara Presiden dan Wapres. Dengan kondisi ini, Pramono menilai tidak tepat jika semua kesalahan dilimpahkan kepada para menteri. "Sebagai partai oposisi kita menunggu dan tersenyum saja," ujar Pramono.

Lebih jauh Pramono mengatakan, Presiden sangat perlu untuk melakukan perombakan, tapi bukan karena tekanan siapa pun. Sebab beberapa menteri selama ini banyak yang sibuk di partai sehingga departemen mereka menjadi terbengkalai. Padahal sebagai menteri harusnya mencurahkan tenaga dan pemikiran untuk negara dan bangsa. "Tidak mencari kedudukan dan bargaining position," kata Pramono.

PDIP sebagai partai oposisi, menurut pengamat politik Fadjroel Rachman, tak pernah punya program yang menjadi bandingan dengan yang ada. "Saya tidak pernah menemukan kritik PDIP yang substansif terhadap bidang-bidang tertentu, tapi selalu disampaikan secara abstrak," kata Fadjroel seraya menambahkan, "Kemasannya selalu politis." Menurut dia, pemimpin negeri telah kehilangan misi demokrasi dan kesejahteraan rakyat.

Fadjroel menggambarkan bangsa ini seolah-olah sedang sakit gigi. "Yang harus dicabut giginya bukan reshuffle, siapa giginya? saya takut itu adalah SBY-JK," kata Fadjroel. Dia menambahkan, perombakan pembantu presiden itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Sebab, tidak banyak yang dikerjakan menteri baru dalam satu tahun ke depan. "Tidak leluasa seperti lima tahun lampau," ungkap Fadjroel.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Burhanuddin Napitupulu mengaku tak berpikir untuk cabut gigi seperti yang dikatakan Fadjroel. Sebab duet SBY-JK selama ini sudah bekerja keras dan saling mengisi. Sayangnya dari sudut kompetensi penempatan para menteri banyak yang tidak tepat. "Jadi karakter dari menteri-menteri itu banyak aktivitas yang ditangani Presiden," kata Burhanuddin.

Lebih jauh Burhanuddin mengatakan, menyerahkan sepenuhnya masalah reshuffle kepada SBY-JK bersama timnya. Golkar sebagai partai pendukung pemerintah, menurut Burhanuddin, sangat mendukung pemerintah. Soalnya, berhasil atau tidaknya pemerintah akan berimbas pada partai berlambang pohon beringin ini. "Manakala pemerintahan SBY-JK jatuh reputasinya, Golkar terseret," kata dia.

Senada dengan Burhanuddin, Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir mengatakan, setuju jika ada menteri yang kinerjanya buruk diganti. Soetrisno optimistis reshuffle kabinet kali ini akan membuahkan hasil yang lebih baik. "Kalau dari pengalaman pertama [reshuffle] itu dikatakan kurang berhasil, kenapa tidak sekarang dilakukan supaya berhasil," ujar Soetrisno.

Menteri Perhubungan Hatta Rajasa sekarang menjadi menteri yang paling disorot. Rentetan kecelakaan transportasi di Tanah Air membuat Hatta menjadi sasaran tembak. Tragedi hilangnya Adam Air di perairan Mamuju, Sulawesi Barat awal tahun silam. Terbakar dan tenggelamnya Kapal Motor Levina I. Terakhir, terbakarnya pesawat Garuda di Yogyakarta, pekan silam membuat posisi Hatta makin terjepit.

Berikutnya Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. Dalam soal pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 tentang Tunjangan bagi Anggota DPRD, Yusril berseberangan dengan Presiden. Manuver Yusril melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi juga mengundang kritik karena dianggap tak mendukung upaya pemberantasan korupsi .

Terakhir Yusril tersandung kasus pencairan dana Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas Cabang London, Inggris. Dalam kasus ini pihak kejaksaan mempertanyakan langkah Yusril menyetujui pencairan dana Tommy yang dalam kasus ini didampingi kantor pengacara Ihza and Ihza. Belakangan kasus ini juga menyeret nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin.

Sorotan juga mengarah ke Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie. Ical--biasa Aburizal dipanggil--disorot terkait kasus Lapindo yang hingga kini belum tuntas. Menteri Negara Badan Usaha Negara Milik Negara Sugiharto juga disebut-sebut dalam posisi limbung. Selain gagal memenuhi target privatisasi, dia dalam beberapa kasus juga kerap berseberangan dengan Presiden.

Gonjang-ganjing kelangkaan dan impor beras juga membuat posisi Menteri Pertanian Anton Apriyantono terjepit. Anton dianggap berseberangan dengan menteri-menteri bidang ekonomi dalam soal kebijakan impor bahan makanan pokok. Selain beras, Anton juga disorot dalam soal penanganan flu burung. Kasus ini juga membuat Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam satu barisan menteri yang dinilai kinerjanya tak elok.

Kunci kini ada di tangan Presiden Yudhoyono. Dengan kata lain, misteri jadi tidaknya reshuffle ada di kantung Presiden. Sejumlah kalangan berharap Presiden tak ragu. Pembantu-pembantunya yang tak berhasil menjalankan tugas segera diganti dan memasukkan orang-orang yang lebih berkualitas. Namun dalam merombak kabinet, Presiden diminta tak hanya berdasarkan desakan serta manuver politik dari pihak luar.(JUM)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya