Bali Seperti Kota Mati

Sejumlah kawasan wisata seperti Sanur yang biasanya banyak dikunjungi wisatawan ditutup. Pecalang dari desa adat berpatroli agar Nyepi tak dijadikan komoditas wisata.

oleh Liputan6 diperbarui 19 Mar 2007, 12:37 WIB
Liputan6.com, Denpasar: Sejumlah umat Hindu di Bali melaksanakan Tapa Brata di rumah masing-masing untuk menyambut Tahun Baru Saka 1929 pada Senin (19/3). Sejumlah kawasan wisata seperti Sanur yang biasanya banyak dikunjungi wisatawan juga mirip kota mati. Semua rumah dan toko tutup serta tidak satu pun kendaraan maupun orang yang melintas di jalan.

Pelaksanaan Nyepi tahun ini semakin mendapat pengawasan ketat agar tak dijadikan sebagai komoditas wisata. Hanya pecalang dari desa adat tampak berpatroli. Selain menegur warga yang berani keluar rumah, mereka menjaga agar pelaksanaan Nyepi tak digunakan untuk komoditas wisata. Karena itu wisatawan tak bisa lagi keliling kota menikmati situasi Nyepi dengan diantar biro perjalanan yang mengantongi izin khusus.

Selama Nyepi, umat Hindu melakukan Catur Brata atau empat pengendalian diri. Yakni tak menyalakan api, tak bekerja, tak bersenang-senang, serta tidak keluar rumah. Ini merupakan upaya introspeksi diri menuju kehidupan yang lebih baik [baca: Selama Nyepi Pelabuhan dan Bandara Bali Tutup].

Ternyata, tak semua umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Nyepi. Warga Desa Tenganan Dauh Tukad di Karangasem sejak ratusan tahun tak pernah merayakan Nyepi dan tetap beraktivitas seperti biasa.

Desa Tenganan Dauh Tukad terletak di Kecamatan Manggis, Karangasem. Desa berpenduduk 215 kepala keluarga ini termasuk desa Bali Mula atau asli dan telah ada sejak 11 abad silam. Menurut tetua adat Tenganan, tradisi tak merayakan Nyepi ini sudah diwariskan leluhur mereka sejak ratusan tahun silam.

Meski tak merayakan Nyepi, warga Tenganan tetap menghormati warga desa lain yang merayakan Nyepi. Aktivitas sehari-hari warga setempat hanya dilakukan di dalam desa mereka.

Sementara itu, seluruh jalur transportasi dari dan ke Bali selama Nyepi ditutup seharian penuh. Di Selat Bali misalnya, sejak pukul 24.00 WIB tak ada lagi perahu atau kapal yang merapat ke Gilimanuk, Keptang, atau pun pelabuhan lain di Pulau Dewata. Kondisi ini menguntungkan sejumlah pengusaha hotel karena pengguna jasa memilih menginap di hotel sambil menunggu pelabuhan dibuka kembali pada pukul 04.00 WIB.(YAN/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya