Liputan6.com, Sumedang: Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau IPDN melalui apel luar biasa di Kampus IPDN, Sumedang, Jawa Barat, kembali memecat tiga praja nindya, Sabtu (7/4) siang. Mereka adalah Ahmad Ari Harahap (Sumatra Utara), Hikmad Faisal (Kalimantan Tengah), dan Frans. A Yoku (Papua).
Ketiganya dipecat secara in absentia karena tengah ditahan di Markas Kepolisian Resor Sumedang lantaran dugaan menganiaya Cliff Muntu, adik kelas mereka, yang mengakibatkan kematian. Dengan pemecatan ini, tiga praja tersebut harus mengembalikan biaya pendidikan selama belajar di IPDN sejak 2004 hingga sekarang sebesar lebih dari Rp 13 juta dan semua atribut kampus [baca: Tiga Lagi Praja Nindya IPDN Ditahan].
Dengan pemecatan ini, berarti sudah tujuh siswa tingkat tiga IPDN yang dikeluarkan dalam kasus yang sama. Sebelumnya empat praja, yakni Andi Bustanil, Jaka Anugrah, Fendi Ombuo, dan Muhammad Amrullah sudah dipecat setelah ditetapkan sebagai tersangka [baca: Empat Praja ipecat].
I Nyoman Sumaryadi, Rektor IPDN, menyatakan, jumlah praja yang dipecat masih mungkin bertambah. Walau dikecam banyak pihak terkait tewasnya Cliff Muntu, Nyoman menolak untuk mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Menteri Dalam Negeri memecatnya. "Saya harus bertanggung jawab. Pegawai Negeri Sipil itu tidak ada mekanisme mundur," kata Nyoman beralasan.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhyohono mengaku prihatin dan sangat menyesalkan kasus yang terjadi di IPDN. Rencananya Senin depan, Presiden akan memanggil Rektor IPDN untuk meminta keterangan mengapa peristiwa ini dapat terjadi.
Di Mapolres Sumedang, sejumlah praja dan keluarga hari ini menjenguk rekan-rekan mereka yang kini meringkuk di tahanan. Adapun pemecatan tujuh praja nindya diprotes keluarga tersangka. Anda Ardi, misalnya, tidak percaya jika keponakannya, Andi Bustanil, dipecat dari IPDN dan menjadi tersangka kasus penganiayaan Cliff Muntu. Ia yakin Andi tidak terlibat sebab sejak sekolah dikenal sebagai anak yang baik.
Nada protes juga disampaikan keluarga Jaka Anugrah Putra, praja asal Kaltim. Menurut keluarganya, Jaka memang ikut pembinaan pataka yang dilaksanakan terhadap juniornya. Tetapi tak terlibat kasus pemukulan.
Sedangkan keluarga Cliff Muntu hingga hari ini belum berencana mengajukan tuntutan kepada IPDN lantaran masih menunggu hasil penyelidikan dari polisi. Mereka berharap, Presiden turun tangan membenahi IPDN sehingga tidak meminta korban baru.
Budaya kekerasan yang masih terjadi di lingkungan pendidikan dan pembinaan calon pimpinan masa depan ini turut mengundang komentar banyak pihak. Slamet Effendi Yusuf dan Jazuli Jurwaini, Anggota DPR RI, menilai penahan keempat praja tidaklah cukup. "Sebaiknya dibubarkan dan pimpinan IPDN beserta dosen-dosen yang selama ini membiarkan perbuatan itu harus ditindak," ucap Slamet.
Hal senada juga diungkapkan Abid Takalmingan, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara, dan Faisal Basri. Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan kasus ini tetap diusut hingga terbeber semuanya.
Meninggalnya sejumlah praja IPDN juga mendapat perhatian dari sejumlah atlet binaraga di Solo, Jawa Tengah. Mereka berdemonstrasi di jalan mengecam kekerasan yang selama ini berlangsung di IPDN dan meminta para siswa belajar dengan otak, bukan otot. Para binaragawan juga memperagakan contoh kekerasan yang dilakukan praja senior terhadap yuniornya di Kampus IPDN.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)
Ketiganya dipecat secara in absentia karena tengah ditahan di Markas Kepolisian Resor Sumedang lantaran dugaan menganiaya Cliff Muntu, adik kelas mereka, yang mengakibatkan kematian. Dengan pemecatan ini, tiga praja tersebut harus mengembalikan biaya pendidikan selama belajar di IPDN sejak 2004 hingga sekarang sebesar lebih dari Rp 13 juta dan semua atribut kampus [baca: Tiga Lagi Praja Nindya IPDN Ditahan].
Dengan pemecatan ini, berarti sudah tujuh siswa tingkat tiga IPDN yang dikeluarkan dalam kasus yang sama. Sebelumnya empat praja, yakni Andi Bustanil, Jaka Anugrah, Fendi Ombuo, dan Muhammad Amrullah sudah dipecat setelah ditetapkan sebagai tersangka [baca: Empat Praja ipecat].
I Nyoman Sumaryadi, Rektor IPDN, menyatakan, jumlah praja yang dipecat masih mungkin bertambah. Walau dikecam banyak pihak terkait tewasnya Cliff Muntu, Nyoman menolak untuk mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Menteri Dalam Negeri memecatnya. "Saya harus bertanggung jawab. Pegawai Negeri Sipil itu tidak ada mekanisme mundur," kata Nyoman beralasan.
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhyohono mengaku prihatin dan sangat menyesalkan kasus yang terjadi di IPDN. Rencananya Senin depan, Presiden akan memanggil Rektor IPDN untuk meminta keterangan mengapa peristiwa ini dapat terjadi.
Di Mapolres Sumedang, sejumlah praja dan keluarga hari ini menjenguk rekan-rekan mereka yang kini meringkuk di tahanan. Adapun pemecatan tujuh praja nindya diprotes keluarga tersangka. Anda Ardi, misalnya, tidak percaya jika keponakannya, Andi Bustanil, dipecat dari IPDN dan menjadi tersangka kasus penganiayaan Cliff Muntu. Ia yakin Andi tidak terlibat sebab sejak sekolah dikenal sebagai anak yang baik.
Nada protes juga disampaikan keluarga Jaka Anugrah Putra, praja asal Kaltim. Menurut keluarganya, Jaka memang ikut pembinaan pataka yang dilaksanakan terhadap juniornya. Tetapi tak terlibat kasus pemukulan.
Sedangkan keluarga Cliff Muntu hingga hari ini belum berencana mengajukan tuntutan kepada IPDN lantaran masih menunggu hasil penyelidikan dari polisi. Mereka berharap, Presiden turun tangan membenahi IPDN sehingga tidak meminta korban baru.
Budaya kekerasan yang masih terjadi di lingkungan pendidikan dan pembinaan calon pimpinan masa depan ini turut mengundang komentar banyak pihak. Slamet Effendi Yusuf dan Jazuli Jurwaini, Anggota DPR RI, menilai penahan keempat praja tidaklah cukup. "Sebaiknya dibubarkan dan pimpinan IPDN beserta dosen-dosen yang selama ini membiarkan perbuatan itu harus ditindak," ucap Slamet.
Hal senada juga diungkapkan Abid Takalmingan, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Utara, dan Faisal Basri. Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan kasus ini tetap diusut hingga terbeber semuanya.
Meninggalnya sejumlah praja IPDN juga mendapat perhatian dari sejumlah atlet binaraga di Solo, Jawa Tengah. Mereka berdemonstrasi di jalan mengecam kekerasan yang selama ini berlangsung di IPDN dan meminta para siswa belajar dengan otak, bukan otot. Para binaragawan juga memperagakan contoh kekerasan yang dilakukan praja senior terhadap yuniornya di Kampus IPDN.(BOG/Tim Liputan 6 SCTV)