Sebagian besar kayu-kayu curian diselundupkan ke Malaysia. Pelabuhan Hardwood Timber, Sematan, Sarawak, Malaysia menjadi tempat bertransaksi. Pelabuhan ini selalu sibuk lalu lalang kapal motor dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Kapal-kapal membawa ratusan meter kubik kayu curian baik yang belum diolah dan juga batangan.
Kapal-kapal motor berbendera Indonesia yang merapat ke Sematan mencapai lima hingga sepuluh per hari. Di pelabuhan ini sudah menunggu para cukong kayu Malaysia untuk menampung. Setelah transaksi kelar, para cukong langsung memindahkan kayu dari kapal dengan menggunakan alat berat. Demikian pantauan SCTV, baru-baru ini.
Advertisement
Selanjutnya kayu berbagai jenis itu dibawa ke penumpukan di wilayah pelabuhan untuk kemudian dikirim ke sawmill (tempat penggergajian kayu) di Kuching, Sarawak. Kayu olahan lantas didistribusikan menuju sejumlah industri perkayuan di Negeri Jiran yang jumlahnya cukup banyak. Maklum, Malaysia adalah pengekspor kayu olahan terbesar.
Pihak Malaysia tidak pernah mempermasalahkan asal-usul kayu yang masuk ke wilayahnya. Sebab aturan di Malaysia jika kayu masuk ke wilayahnya sudah menjadi hak mereka. Hardwood Timber Sendirian Berhard selaku BUMN Malaysia langsung memungut bea masuk dan kayu itu dianggap sah. Bahkan saat masuk ke perairan laut Malaysia sudah dikawal aparat.
Kapal-kapal pembawa kayu ilegal akan dengan mudah lolos ke wilayah tapal batas laut Malaysia di Tanjung Datok jika membayar sejumlah uang pelicin dari lokasi asal kayu di Kalimantan kepada aparat. Selain kapal motor berdaya angkut 50 meter kubik, ada juga kapal besar yang membawa kayu yang hanya berlabuh di tengah laut dan kemudian membawa kayunya dengan kapal kecil masuk ke Pelabuhan Sematan.
Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Kuching Bambang Prionggo mengaku prihatin dengan kondisi ini. Menurut Bambang, pihaknya meminta agar aparat di Tanah Air dapat menegakkan hukum dan mencegah agar aktivitas penyelundupan kayu dari pulau-pulau penghasil kayu dapat dihentikan karena hanya menguntungkan para cukong kayu dan pihak Malaysia [baca: Kayu Ilegal Asal Indonesia Mudah Masuk Malaysia].
Maraknya penyelundupan kayu ke Malaysia menjadikan sawmill di sana tumbuh subur dan tak pernah kehabisan bahan baku. Pemilik kapal motor yang membawa kayu tiap hari selalu mendapatkan rejeki karena selalu ada order dengan upah 100 ringgit Malaysia per meter kubik. Satu kapal motor setiap hari rata-rata mampu membawa 50 meter kubik kayu.
Data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menyebutkan, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,871 juta hektare per tahun atau setara 300 lapangan bola setiap jamnya. FOA juga menyebut Indonesia sebagai negara yang mengalami kerusakan hutan paling parah sepanjang 2000-2005.
Banyak cara dilakukan untuk meloloskan kayu hasil pembalakan liar. Di Papua, tidak jarang para pembalak kayu mengelabui petugas kehutanan dengan memanfaatkan kendaraan polisi untuk mengangkut kayu ilegal. Belum lama ini, petugas menangkap truk milik Puskopol (Pusat Koperasi Kepolisian) yang membawa kayu curian yang akan dikirim ke Kota Jayapura.
Menurut keterangan sopir truk, ratusan batang kayu olahan itu akan dipakai untuk pembangunan perumahan Kepolisian Daerah Papua di Bumi Perkemahan Waena. Namun Dinas Kehutanan tetap menahan kayu sebab banyak pembalak kayu yang berlindung di balik instansi Polri maupun TNI apalagi mereka tak dapat menunjukkan dokumen kepemilikan kayu.
Dalam sebulan ini, polisi kehutanan telah menangkap puluhan truk yang mengangkut ribuan kayu olahan tanpa disertai surat keterangan sahnya hasil hutan. Petugas menyita kayu ilegal dari beberapa jalur menuju Kota Jayapura seperti di Pos Penjagaan Yoka, Pos Kilometer Sembilan serta di Pos Boroway [baca: Kayu Ilegal dari Hutan Lindung Disita].(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)