Kepada SCTV belum lama ini, Bilal mengaku sejak setahun silam ketika kelas empat sekolah dasar, ia keluar dari sekolah formal ke sekolah rumah. Bilal beralasan dengan sekolah rumah ia dapat belajar sambil mengenal lingkungan sekitar. Prestasi yang dicapainya juga membanggakan. Beberapa waktu silam, ia meraih sepuluh besar Olimpiade Matematika tingkat sekolah dasar. Saat ini Bilal setara dengan kelas lima sekolah dasar formal.
Ide mendirikan sekolah rumah, sebenarnya datang dari Yayah Komariah, ibu Bilal. Ia merasa pendidikan yang didapat Bilal di sekolah selama ini tidak mencukupi. Sedangkan untuk mendapatkan pendidikan bermutu membutuhkan biaya mahal. Berbekal pengalaman sebagai guru, Yayah berinisiatif mendirikan sekolah rumah sebagai pengganti sekolah formal.
Advertisement
Antusias masyarakat terhadap sekolah rumah pun meningkat. Hingga kini, tercatat 10 ribu siswa memilih jalur pendidikan sekolah rumah dengan berbagai alasan. Beberapa di antaranya waktu yang fleksibel dan kenyamanan dalam belajar .
Namun, metode tersebut belum sepenuhnya dipahami masyarakat, terutama kalangan orang tua. Mereka masih khawatir legalitas siswa sekolah rumah tidak diakui secara nasional. Sekolah rumah juga dianggap membatasi pergaulan anak mereka.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Ella Yulaelawati, sekolah rumah dapat dijadikan alternatif pengganti sekolah formal lantaran legalitasnya diakui secara nasional. Ella mengatakan masyarakat harus memahami makna sepenuhnya sekolah rumah. "Jangan ada anggapan sekolah rumah sebagai pendidikan sekunder," kata Ella.
Sementara itu, tokoh pendidikan Daoed Joesoef tetap membela pendidikan bersama di sekolah. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini berpendapat sekolah umum merupakan kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi meskipun tidak sempurna.(RMA/Zwasty Andria dan Bondhan Wicaksono)