Liputan6.com, Jakarta: Fenomena perubahan iklim ternyata telah menjadi ancaman serius pada sektor pertanian. Para petani saat ini mengaku sering tertipu oleh iklim. Akibatnya kasus gagal panen makin sering terjadi.
Tata Miharja contohnya, petani asal Karawang ini mengaku telah tertipu iklim yang kerap berubah. Musim hujan tahun ini terlambat hingga dua bulan. Akibatnya, pola tanam berubah. Jutaan petani lain pun bernasib sama. Badan Meteorologi dan Geofisika pun menyatakan makin sulit memprediksi iklim.
Advertisement
Banjir dan kekeringan pun seakan datang silih berganti. Pada 2003 saja, Departemen Pertanian mencatat 42 ribu hektare sawah di Pulau Jawa terendam banjir. Seperenam di antaranya gagal panen/. Namun pada tahun yang sama, 21 ribu hektare sawah juga kering kerontang.
Pergeseran musim yang ekstrim ini telah menciutkan area penanaman dan memperbesar persentase gagal panen. Untuk kawasan Asia Tenggara khususnya, Badan Lingkungan Hidup PBB (UNEP) telah memperingatkan terjadinya penurunan produksi pangan di antaranya bagi padi dan palawija yang turun drastis sebesar 20 sampai 40 persen.
Kalau ini berlangsung terus maka besar kemungkinan kita harus bersiap mengalihkan pola makanan dari nasi. Gaplek mungkin menjadi salah satu pilihan. Tetapi kalau pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrim terus terjadi maka 850 juta orang terancam krisis pangan dan akan terus bertambah.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)