Liputan6.com, Jakarta: Perusahaan Listrik Negara akan tetap menerapkan kebijakan insentif dan disintensif mulai Maret mendatang. Bila masyarakat bisa menghemat pemakaian listrik, PLN akan memberi insentif berupa potongan harga. Sebaliknya, jika boros dalam pemakaian listrik, maka tagihan akan membengkak.
Untuk itu, warga diminta berhemat. Namun sebagian besar masyarakat banyak yang belum paham cara menghemat pemakaian listrik hingga bisa mendapat potongan tagihan. Ada angka patokan yang sudah ditetapkan PLN. Untuk rumah berdaya 450 volt ampere (VA), pemakaian listrik haruas di bawah 75 kilowatt-hour (kWh) setiap bulan. Jika daya listrik 900 VA, pemakaian harus di bawah 115 kWh, dan daya 1.300 VA di bawah 201 kWh.
Advertisement
Jika berhasil memakai listrik di bawah 75 kWh tiap bulannya, maka insentif akan diperoleh, yaitu diskon 20 persen dari pemakaian yang tidak terpakai. Sebaliknya kalau pemakaian di atas angka itu, maka tagihan akan membengkak karena kelebihan listrik yang dipakai akan dihitung 1,6 kali tarif normal [baca: Warga Ibu Kota Sulit Menghemat Listrik].
Menurut data PLN, kulkas menggunakan listrik paling besar disusul televisi. Sebagai langkah berhemat, sebaiknya penggunaan televisi maksimal 10 jam per hari dan matikan bila tidak digunakan. Kipas angin juga menggunakan listrik cukup besar. Sebaiknya menggunakan kipas maksimal enam jam per hari. Jangan lupa mengganti semua lampu hemat energi delapan watt. Selain itu, penggunaan penanak nasi, seterika, dan mesin cuci untuk seperlunya saja.
Kebijakan yang diterapkan PLN ini mau tidak mau memang membuat masyarakat berhemat. Direktur Pemasaran dan Pelayanan Pelanggan PLN Sunggu Anwar Aritonang menekankan bahwa inti dari program ini adalah budaya berhemat, bukan kenaikan tarif yang selama ini digembar-gemborkan. "Dengan keberhasilan program ini nantinya jika penghematan dilakukan 20 persen dan program ini berjalan satu tahun itu ekuivalen dengan Rp 18,8 triliun penghematan di sisi minyak," urai Sunggu dalam dialog Liputan 6 Pagi, Kamis (28/2).
Namun silang pendapat terjadi dengan wakil dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi. Menurut dia, secara konsumen di Jawa-Bali akan sulit memenuhi kebijakan tersebut. "Secara legal formal bukan kenaikan tarif. Tapi secara empiris akan terjadi kenaikan tagihan yang sangat signifikan bagi konsumen di Jawa-Bali khususnya karena tagihan itu sulit dipenuhi oleh konsumen di Jawa-Bali," ucap Tulus.(YNI/Tim Liputan 6 SCTV)