Liputan6.com, Jakarta: Pekan ini, tepatnya 23 Juli, anak-anak Indonesia merayakan Hari Anak Nasional. Ironisnya, kasus ratusan ribu anak yang diperdagangankan sebagai pekerja seks masih menggema di Tanah Air. Pekan lalu misalnya, polisi berhasil menyelamatkan 40 anak di bawah umur yang dipaksa menjadi pekerja seks terselubung di dua diskotek besar di Jakarta Barat. Mereka disekap di sebuah rumah di Jalan Mangga Besar Dua, Taman Sari, Jakarta Barat.
Polisi menahan dua tersangka yakni Rama Daniel dan Evi Rahayu yang berperan mencari dan merekrut pekerja. Polisi masih mengejar Oki, pacar Evi, yang juga berperan mencari dan merekrut korban. Demikian pula Nyonya Ama, ibu Daniel yang menyediakan tempat penampungan serta Tante Eli yang berperan sebagai germo dan Alan yang disebut-sebut sebagai pimpinan sindikat ini.
Advertisement
Polisi terus bergerak. Tempat-tempat hiburan malam dirazia. Sekitar 200 perempuan malam dari berbagai diskotek dan panti pijat dicokok. Sebelas di antaranya diketahui masih di bawah umur. Gadis-gadis yang dijaring ini berasal dari dua germo berinisial AS dan TD. Polisi juga berhasil menggagalkan upaya perdagangan lima remaja di Tanjung Pinang, Batam.
Razia demi razia yang dilakukan polisi, menurut aktivis Jurnal Perempuan, Mariana, belum menyelesaikan permasalahan mengingat acapkali yang tersentuh hanya korban dan para pemain kecilnya. Buktinya, Unicef mencatat lebih dari 100 ribu anak Indonesia setiap tahun diperdagangkan sebagai pemuas seks pria hidung belang. Alhasil, Indonesia pun dinobatkan menjadi menjadi negara pemasok perdagangan anak dan perempuan terbesar di Asia Tenggara.
Perdagangan anak di bawah umur terjadi karena besarnya permintaan. Para germo memakai berbagai cara untuk merekrut gadis-gadis belia dari kampung atau desa-desa miskin. Iming-imingnya, bekerja enak dengan penghasilan besar di salon-salon, restoran, atau diskotek. Bujuk rayu klasik yang sampai hari ini masih sangat ampuh di tengah jerat kemiskinan.
Penelusuran Sigi SCTV menemukan realita yang mencengangkan. Anak bukan cuma diperdagangkan tetapi juga dipaksa bekerja untuk menopang ekonomi keluarga. Kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, dan merosotnya moral bangsa menjadi sebab. Celakanya, perhatian negara terhadap masalah ini dinilai sangat kurang. Program perlindungan terhadap anak belum masuk dalam prioritas pembangunan.
Anak-anak Indonesia adalah masa depan bangsa. Negara seharusnya mengerahkan sekuat daya agar anak-anak terhindar dari menjadi objek eksploitasi apalagi eksploitasi sebagai pekerja seks. Senyampang perayaan Hari Anak Nasional, harap mewujudkan anak Indonesia yang sejahtera, berkualitas, dan terlindungi menjadi kenyataan bukan slogan seremoni belaka.(TOZ)