Liputan6.com, Yogyakarta: Kabupaten Bantul di Yogyakarta terkenal sebagai daerah penghasil kedelai hitam berkualitas tinggi. Salah satu perintis tanaman ini adalah Indra. Warga Desa Sumber Mulyo yang sebelumnya menjadi petani palawija ini memutuskan beralih menanam kedelai hitam jenis malika pada 2003 silam.
Keputusan itu diambil Indra mengingat panen paliwija kerap gagal. "Selain itu, harga hasil panen sering dimainkan tengkulak" kata Indra, baru-baru ini. Ia juga mengaku prihatin dengan kondisi petani kecil di desa tersebut.
Kedelai hitam malika merupakan hasil penelitian Universitas Gadjah Mada dan PT Unilever Indonesia. Kedua lembaga tersebut menjadi pembina bagi Indra dan petani lainnya. Di tangan Indra tanaman kedelai hitam malika tumbuh subur dan bisa dipanen tiga kali dalam sebulan.
Hasil panen dihargai Rp 3.000 per kilogram. Sementara Indra bisa menghasilkan tiga ton kedelai hitam Malika per bulan. Tak mengherankan, jika ia mampu menginspirasi petani lain untuk ikut menanam kedelai. Apalagi, jenis kedelai ini diklaim lebih baik dibanding kedelai yang pernah dikembangkan di Tanah Air.
Mary Astuti, peneliti UGM mengatakan, kedelai hitam tak busuk di musim hujan. Keunggulan kedelai hitam juga diakui Wagiman, petani lainnya. Menurut Wagiman, menanam kedelai amat menguntungkan karena semua bagian tanaman tersebut bisa dimanfaatkan. Misalnya, kulit kedelai bisa dijadikan pupuk. "Itu menguntungkan untuk petani," kata Wagiman.
Untuk membantu warga di desanya, Indra lalu membentuk Koperasi Unit Desa. Ia memberdayakan para perempuan untuk menyortir kedelai yang layak pakai. Pekerjaan itu dihargai Rp 500 per kilogram. Biasanya, para pekerja bisa mengumpulkan Rp 20 ribu setiap hari. Program pengembangan kedelai hitam itu pun mampu mengubah taraf hidup warga desa tersebut.(IKA/Satya Pandia)
Keputusan itu diambil Indra mengingat panen paliwija kerap gagal. "Selain itu, harga hasil panen sering dimainkan tengkulak" kata Indra, baru-baru ini. Ia juga mengaku prihatin dengan kondisi petani kecil di desa tersebut.
Kedelai hitam malika merupakan hasil penelitian Universitas Gadjah Mada dan PT Unilever Indonesia. Kedua lembaga tersebut menjadi pembina bagi Indra dan petani lainnya. Di tangan Indra tanaman kedelai hitam malika tumbuh subur dan bisa dipanen tiga kali dalam sebulan.
Hasil panen dihargai Rp 3.000 per kilogram. Sementara Indra bisa menghasilkan tiga ton kedelai hitam Malika per bulan. Tak mengherankan, jika ia mampu menginspirasi petani lain untuk ikut menanam kedelai. Apalagi, jenis kedelai ini diklaim lebih baik dibanding kedelai yang pernah dikembangkan di Tanah Air.
Mary Astuti, peneliti UGM mengatakan, kedelai hitam tak busuk di musim hujan. Keunggulan kedelai hitam juga diakui Wagiman, petani lainnya. Menurut Wagiman, menanam kedelai amat menguntungkan karena semua bagian tanaman tersebut bisa dimanfaatkan. Misalnya, kulit kedelai bisa dijadikan pupuk. "Itu menguntungkan untuk petani," kata Wagiman.
Untuk membantu warga di desanya, Indra lalu membentuk Koperasi Unit Desa. Ia memberdayakan para perempuan untuk menyortir kedelai yang layak pakai. Pekerjaan itu dihargai Rp 500 per kilogram. Biasanya, para pekerja bisa mengumpulkan Rp 20 ribu setiap hari. Program pengembangan kedelai hitam itu pun mampu mengubah taraf hidup warga desa tersebut.(IKA/Satya Pandia)