Masa Penjajahan Turut Mewarnai Khasanah Batik Indonesia

Kebudayaan Belanda dan Jepang mewarnai khasanah perpaduaan batik di Tanah Air. Kain batik hasil perpaduan kebudayaan Belanda dan Jepang telah menjadi barang yang langka.

oleh Liputan6 diperbarui 22 Jul 2001, 20:06 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Perpaduan kebudayaan pada batik ternyata sudah terjadi pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Akulturasi tersebut memunculkan perpaduan motif yang cantik dan sebagian kini masih bisa dilihat di Galeri Kusuma Jakarta. Demikian pantauan SCTV, baru-baru ini.

Pada umumnya, Batik Belanda berwarna dasar putih atau biru mengangkat gambar-gambar yang berkaitan erat dengan kegiatan orang Belanda di Nusantara. Seperti kapal perang, meriam, parasut hingga tentara Belanda. Pada masa itu, berkembang juga batik kompeni, yakni batik berwarna pastel yang bermotifkan tokoh dari cerita anak-anak. Seperti taman ria, bidadari, cinderella atau si topi merah dengan serigala.

Sedangkan pada masa penjajahan Jepang, akulturasi budaya batik ditandai kelangkaan kain mori sebagai bahan dasar untuk membuat batik. Hal tersebut menjadi inspirasi yang menarik, yakni lahirnya kain batik yang disebut pagi sore. Kain panjang yang lebih dikenal sebagai kain motif Jawa Hokokai tersebut, terbagi atas dua motif yang berlainan. Maksudnya, agar dapat dipakai secara bergantian.

Perpaduan budaya barat dan timur tampak cantik berpadu dalam sehelai kain. Soalnya motif asli Indonesia, seperti parang atau tumpal pada ujung kain dapat dipadukan dengan motif khas budaya kedua bangsa penjajah tersebut. Sayangnya, belakangan ini, motif-motif hasil perpaduan tersebut telah terlupakan lantaran perkembangan batik yang bermotif mengikuti selera pasar. Akibatnya, kain-kain tersebut kini menjadi barang yang langka dan hanya dapat ditemukan pada galeri-galeri khusus yang menjadi kolektor.(ORS/Esther Mulyanie dan Eko Purwanto)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya