Gita Wirjawan memutuskan mundur dari kursi Menteri Perdagangan. Mantan Kepala BKPM itu memilih untuk fokus menjadi peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat.
Dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com di SCTV Tower, Senayan, Jakarta, yang ditulis Senin (3/2/2014), Gita membeberkan kebulatan tekadnya menjadi calon presiden. Bahkan, sejumlah program telah disusunnya.
Advertisement
Berikut petikan wawancara lengkapnya;
Sebagai peserta Konvensi Partai Demokrat, apa yang akan Anda lakukan terhadap isu pemberantasan korupsi?
Saya sudah menyampaikan beberapa kali dalam acara debat ataupun di sela-selanya, pemimpin ke depan harus tegas untuk mendukung kinerja KPK. KPK ini sudah nyata, bisa menindak, menangkap, membui koruptor baik pejabat negara, pengusaha, di pusat dan daerah, ini yang harus ditindaklanjuti. Problemnya jumlah penyidik. Jumlah penyidik KPK kurang lebih cuma 100 dan jumlah PNS di Indonesia 4,5 juta. Rasio penyidik terhadap PNS terlalu kecil, 1:45.000.
Hongkong memberantas korupsi dalam 30 tahun dengan rasio penyidik terhadap PNS 1:200, kita 1:45.000, nah ini yang harus didukung. Bagaimana caranya? Kita nggak mungkin ngurangin jumlah PNS, kita hanya bisa ningkatin jumlah penyidik. Nah jumlah penyidik hanya bisa ditingkatkan kalau ada anggaran. Anggaran ini bisa datang dari pemimpin eksekutif. Presiden ke depan harus berani meningkatkan jumlah penyidik dari 100 ke anggap lah 4.500 supaya rasionya 1:1.000 antara jumlah penyidik dan jumlah PNS. Saya rasa itu bisa kita lakukan.
Penyidik dari kepolisian atau internal KPK?
Saya rasa dari 2 sumber itu, di 2 lembaga itu. Tapi kita harus ada keterbukaan, harus need base dan qualification base. Jadi kualifikasinya juga harus jelas, yang dibutuhkan penyidik kaya apa, yang punya integritas, dan punya ketegasan, dan keberanian. Saya rasa itu bisa disikapi kalau kita berani menggelontorkan anggaran tambahan, dan itu datang dari pemerintah eksekutif.
Isu Pendidikan
Isu Pendidikan
Bagaimana dengan masalah pemerataan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan?
Kalau saya lihat, BPJS ini dahsyat. Ini kan sampai beberapa tahun ke depan, ini targetnya utk 70-80 juta orang mendapatkan jaminan kesehatan. Ini universal health care, jadi hampir setiap orang di Indonesia bisa mendapatkan jaminan kesehatan, dia mau sakit apapun dia ada bantuan fasilitas kesehatan. Kalau pendidikan anggaran pendidikan sudah besar sekali, Rp 370 triliun tahun 2014, itu kan 20% dari anggaran pemerintah, tinggal di salurkan ke arah yang benar-benar targeted atau tepat sasaran untuk menopang industrialisasi kita, untuk menopang ekonomi kerakyatan, supaya kedelai harganya terjangkau, supaya sapi memadai atau swasembada, supaya bawang putih kita bisa swasembada.
Jadi kita harus jelas untuk kebutuhan ketahanan pangan, ketahanan energi, pembangunan infratruktur. Ini perlu produk-produk pendidikan kan, dari yang S3, S2, S1, D3, D2, D1, sampai lulusan SMA, SMP, dan SD. Nah ini kualitasnya harus ditingkatkan bukan hanya untuk kepentingan ketahanan pangan, ketahanan energi, dan pembangunan infrastuktur di dalam negeri, tapi supaya produk-produk yang kita konsumsi ini kalau bisa semaksimal mungkin buatan dalam negeri dan supaya produk-produk ini yang dikonsumsi dibuat di dalam negeri bisa bersaing dengan produk buatan negara-negara tetangga dan seluruh dunia.
Tapi saat ini jumlah guru kurang dan tidak merata. Bagaimana mengatasinya?
Setuju, masih kurang. Jadi supply-nya masih kurang, jadi sekarang ada kasus-kasus di mana di daerah dibangun sekolah, kita sudah menggelontorkan dana ke pimpinan daerah, sekolahnya dibangun, apa yang terjadi? Nggak ada guru, nggak ada murid. Nah ini korupsi, harus ditindak. Jadi jangan sampai tahun depan dia dapat anggaran lagi untuk kepentingan yang direkayasa. Ya itu bisa disikapi oleh pusat, ini reward dan punishment-nya harus jelas.
Advertisement
Hak Perempuan
Hak Perempuan
Soal isu perempuan, apa menurut Anda yang paling mendasar untuk diperjuangkan?
Saya tadi sempat menyampaikan, perempuan itu kalau pinjam duit lebih sulit untuk nunggak daripada laki-laki, ini bukan generalisasi tapi ini observasi umum. Nah ini kalau dipikirkan ke depan, bagaimana supaya perempuan bisa berperan untuk meningkatkan akses pendanaan, karena kita kekurangan apa? UKM-UKM kita ini kekurangan akses kependanaan, dari 56 juta pengusaha UKM itu cuma 22 juta yang punya akses kependanaan. Dan itu banyak sekali perempuan di situ, dan kalau mereka diberdayakan, nah ini harus ada kerjasama antara sistem perbankan dengan komunitas pengusaha.
Kalau menurut saya yang paling bisa mungkin diberdayakan adalah penggunaan teknologi, bagaimana si A yang punya HP tapi nggak punya rekening, bisa transfer pulsa ke si B yang punya HP tapi nggak punya rekening, terus pulsanya itu yang diterima bisa diuangkan di ATM terdekat di kantor cabang terdekat untuk dia beli pupuk, nanam bawang, beli gerobak mie bakso, atau bikin pabrik tahu atau tempe atau apa, nah ini akan jalan.
Kalau jumlah UKM yang punya akses kependanaan dari 22 juta bisa meningkat ke 56 juta, apalagi kalau jumlah UKM bisa meningkat dari 56 juta, ini kerakyatan. Dan ini akan sangat memastikan kalau nanti ada krisis dari luar, kita lebih tahan, terbukti setiap krisis, tahun 1998, 2003, 2008, 2013 itu yang paling kuat adalah UKM. Mereka yang paling tahan banting, mereka yang harus diberdayakan dan ini saya rasa perempuan bisa berperan di situ.
Berarti akan mengurangi jumlah TKW juga ya?
Iya. Saya si ya, ada 6,5 juta saudara-saudara kita yang kerja di luar negeri, pendapatannya kalau saya hitung US$ 1.200 per orang per tahun, itu devisa 8 miliar dolar per tahun. Tapi kalau saya bandingkan dengan India, India pekerjanya di luar negeri pendapatannya US$ 2.500, kenapa? Karena pendidikan mereka lebih tinggi, jadi saya si oke-oke saja mengirim saudara-sudara kita ke luar, tapi harus untuk skilled lah, jangan yang terlalu basic, jangan bersihin toilet lah, aduh nyesek lah. Dan ini harus disikapi, jadi ke depan kita harus bisa mengirim saudara-saudara kita untuk bekerja di profesi yang lebih berkualitas, berpendidikan dan segalanya. Ini perlu waktu, kita SDM-nya harus ditingkatkan terus.
Isu Capres
Capres
Kriteria presiden selanjutnya harus seperti apa?
Saya rasa, presiden ke depan itu harus memastikan dia mau mendengar suara rakyat, aspirasi rakyat, lebih mendengar. Kedua dia harus bisa urun rembuk, bekerjasama dengan rakyat untuk mencari jawaban dan dalam jawabannya ada solusi, supaya harga sembako lebih terjangkau.
Supaya Fasilitas kesehatan terjangkau, fasilitas pendidikan terjangkau, dia mau sekolah ada jalanan, dia mau nyalain lampu listriknya ada dan semuanya terjangkau. Yang ketiga pemimpin itu jangan sampai ada satu pun yang tertinggal, yang terpinggirkan. Jadi demokrasi ini bukan mengenai suara mayoritas tapi justru harus memberikan jaminan perlindungan kepada siapapun yang terpinggirkan. Siapapun yang tertinggal dan siapapun kaum minoritas, nah ini dasyat abad ke 21 itu kesempatan kita lepas landas. Jadinya bukan hanya kepentingan rakyat agar harga dan fasilitas terjangkau, tapi kepentingan rakyat untuk merasa bangga, bangga bahwa Indonesia itu eksis, mendunia, dan dirasakan di dunia kita ini.
Tanggapan Anda soal pemilu serentak 2019?
Saya sih menghormati keputusan MK sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia dan saya rasa kalaupun itu dilaksanakan serentak di tahun 2019 kita harus hormati. Tentunya dari sisi praktis ya itu masuk akal, karena dari sisi biaya dan segalanya itu lebih murah dan irama hidup rakyat tidak terlalu terganggu oleh pilkada yang terjadi setiap hari setiap minggu, ataupun pilpres yang begitu memakan waktu dan energi.
Apa filosofi di balik Jargon Berani Lebih Baik?
saya rasa pemimpin ke depan harus bisa meyakinkan, bahwa rakyat itu bisa lebih baik dari apa yang mereka pikirkan, jangan minder! Nggak di atlet, musisi, ekonom, pengusaha, siapapun jangan minder. Karena kita harus bisa bersaing dengan pesaing-pesaing dari dunia, nggak India, Tiongkok, Amerika, Jepang, Rropa, dan kita bisa bersaing dengan mereka, berani lebih baik.
Pesan Anda untuk rakyat Indonesia?
Saya rasa banyak sekali golput selama ini, anak-anak muda, perempuan, laki-laki, saudara-saudara saya banyak yang nggak pernah nyoblos selama ini. Saya ingin mengimbau nyobloslah, karena ini akan sangat menentukan, bukan hanya nasib politik kita, tapi untuk menyongsong kegemilangan Indonesia ke depan.
Advertisement