Liputan6.com, Hawaii - Kebocoran air yang mengandung radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang disebut-sebut bisa mencapai benua Amerika. Meski pihak pengelola PLTN menyatakan kebocoran tersebut tidak akan menyebrangi samudera Pasifik, peneliti di Kanada mulai waspada akan datangnya zat radioaktif tersebut ke perairan mereka.
Warga pun mulai khawatir dengan kebocaran zat tersebut. Sejauh ini, catatan jejak polusi radioaktif dari PLTN Jepang terkandung dalam perairan Kanada masih terbilang rendah. Namun ada kemungkinan meningkat karena arus Pasifik yang membawa kontaminasi radioaktif itu bergerak ke arah timur--menuju daratan Amerika.
Sejak kecelakaan yang terjadi pada PLTN Fukushima tahun 2011, peneliti dari Bedford Institute of Oceanography telah mengambil sampel air di sepanjang garis pantai yang berjarak 2.000 km dari barat Vancouver, British Columbia. Dan Juni tahun 2013 lalu, mereka mendeteksi jumlah konsentrasi radioaktivitas cesium-137 dan 134 di sepanjang daerah tersebut.
"Tingkat ini masih jauh di bawah konsentrasi maksimum yang diijinkan dalam air minum di Kanada untuk cesium-137 dari 10.000 becquerels --satuan ukur zat radioaktif-- per meter kubik air. Jadi, itu jelas bukan ancaman radiologi kesehatan lingkungan atau pun manusia," kata salah satu peneliti dari Bedford, John Smith, seperti dikutip Liputan6.com dari BBC, Rabu (26/2/2014).
Meski begitu, mereka tetap meminta para ilmuwan untuk mulai memvalidasi 2 model penelitian yang sedang digunakan untuk meramalkan kemungkinan perkembangan kandungan radioaktif di masa mendatang. Dan John menambahkan, pengukuran lebih lanjut ini harus memberikan peneliti gambaran yang jelas model mana yang cocok dipakai.
Salah satu model penelitian ini mengantisipasi konsentrasi maksimum kandungan radioaktif pada pertengahan 2015 hingga 27 becquerel per meter kubik air. Sedangkan yang satunya, tidak lebih dari 2 becquerel per meter kubik air.
Hasil skala kemungkinan kandungan radioaktif dalam air dari Fukushima yang menerjang pesisir barat Amerika Utara ini, diharapkan dapat diketahui dalam 2 bulan ke depan. Tetapi para ilmuwan optimis bahwa puncak pengukuran masih akan ada dalam ambang batas yang baik--yang ditetapkan oleh otoritas keamanan.
Konsep penelitian ini diutarakan Dr. John dalam sebuah panel diskusi bertajuk Ocean Sciences Meeting 2014 di Honolulu, Hawaii. Dia bersama Dr. Ken Buesseler dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) membahas dampak bocornya PLTN Fukushima pada Kanada.
Saat ini, ilmuwan WHOI sedang mengupayakan warga untuk mencatat radioaktivitas di perairan pantai barat Amerika Serikat. Anggota masyarakat direkrut untuk mengumpulkan sampel air dari negara bagian California ke Washington dan di Alaska dan Hawaii secara teratur.
Namun menurut Dr. Ken, usaha mereka dan warga yang terlibat dalam penelitian ini masih belum cukup memadai. Karena hanya mengandalkan dana sumbangan pribadi. Dan hingga kini, tidak ada agen federal yang bertanggungjawab dalam pemantauan itu.
Ken juga berharap dampak dari PLTN Fukushima di perairan Amerika bisa segera terdeteksi, sehingga mereka bisa mengambil langkah untuk mengantisipasi.
"Ini menarik. Kita perlu melakukan penelitian dan sumber daya yang lebih baik demi hasil yang lebih baik pula. Karena ada banyak reaktor di pantai dan sungai. Dan jika kita tidak dapat memprediksinya, saya pikir itu pekerjaan yang buruk," tukas Dr. Ken. (Risca Yunita/Ismoko Widjaya)
Advertisement
Baca juga:
Radioaktif dari PLTN Fukushima Jepang Bocor Lagi
Ledakan di Dekat Pembangkit Nuklir Kontroversial India, 6 Tewas