Liputan6.com, Jakarta Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Nurtanio Wisnu Brata mengatakan, ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) mengancam hak ekonomi 3,6 juta orang yang terlibat dalam industri terkait.
"Tembakau juga tanaman unggulan petani, karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi," ujar dia, Kamis (27/2/2014).
Mereka yang terancam pencahariannya dengan aturan ini adalah 2,1 juta petani tembakau dan buruh tani. Kemudian 1,5 juta petani cengkeh, buruh perajang tembakau, petani pembibitan benih tembakau dan kuli angkut.
Menurut dia, penerbitan sejumlah regulasi oleh pemerintah dinilai hanya bersifat pengendalian tanpa ada strategi yang jelas untuk mengantisipasi dampak yang akan muncul.
Anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding meminta pemerintah terutama Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk tidak gegabah dan memberikan persetujuan ratifikasi FCTC.
Pasalnya, sektor industri tembakau nasional merupakan sektor industri ekonomi nasional yang telah mapan dan terbentuk dari hulu hingga hilir dengan prosentasi penyerapan tenaga kerja kerja yang tinggi, bahan baku mandiri, tata niaga yang telah terbentuk dan merupakan penyumbang penerimaan negara cukai dan pajak yang tidak sedikit.
"Kami ingin menyelematkan petani dan tanaman tembakau, ini sikap partai," tegas Karding.
Dia menegaskan, PKB bukan tidak memperhatikan isu kesehatan. Namun dalam ratifikasi FCTC sudah jelas akan membunuh puluhan juta orang yang ada truktur bisnis rokok atau tembakau.
Karding menambahkan, badan legislasi (baleg) DPR juga sudah meneken surat resmi yang akan dikirim ke Presiden SBY melalui pimpinan DPR.
"Kami sudah tandatangani surat yang akan dikirim ke Presiden, kami minta untuk tidak membahas apalagi meratifikasi FCTC. PKB akan berbeda sikap dengan kementerian yang setuju FCTC. Aksesi ini akan membunuh puluhan juta orang yang bergantung pada tembakau," tandas dia.
Sementara itu, Peneliti Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng menambahkan, jika pemerintah ngotot meratifikasi maka akan banyak aturan turunan yang pada akhirnya membatasi tembakau. Paling dirugikan tentu saja industri kretek nasional karena akan ada standarisasi.
"Argumentasi aroma di rokok kretek juga salah kaprah, misal di Amerika Serikat ada juga produk rokok mentol. Isi FCTC itu bersifat melakukan pembatasan, standarisasi dan bisa digunakan oleh negara untuk memberlakukan kebijakan non tarif barier, menghalangi suatu barang ke suatu negara. Ini masalah perdagangan bukan masalah kesehatan," tandasnya. (Nrm)
Advertisement