Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kantor PT Bursa Berjangka, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis 27 Februari kemarin. Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan suap pengurusan izin tanah Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dari penggeledahan itu, penyidik KPK menyita uang sebesar US$ 200 ribu dan sejumlah dokumen dari PT Bursa Berjangka. "Penyidik telah menyita beberapa dokumen dan uang senilai US$ 200 ribu," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2014).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Syahrul R Sempurnajaya sebagai tersangka. Menurut Johan, uang yang terindikasi tindak pidana korupsi tersebut ditemukan tim penyidik di ruangan kepala keuangan PT Bursa Berjangka.
"Di PT Bursa Berjangka di Jakarta terkait kasus TPBU Bogor dengan tersangka SRS. Ditemukan di ruangan kepala keuangan, kemudian disita. Tentu kita duga uang itu terkait kasus yang kita sidik," ucap Johan.
Syahrul ditetapkan sebagai tersangka pada kasus tersebut sejak Agustus tahun lalu. Dugaan keterlibatan Syahrul memang sudah muncul sejak kasus ini pertama terungkap. Syahrul diketahui memiliki saham di PT Garindo Perkasa yang mengajukan izin untuk membangun Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) di Desa Tanjungsari, Bogor.
Awal Mula Kasus
Kasus ini berawal dari tertangkapnya Direktur PT Garindo Perkasa, Sentot Susilo dan Nana Supriatna dari pihak Garindo bersama 2 orang pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor, yakni Listo Wely S dan Usep Jumenio. Mereka ditangkap di kawasan Sentul, Bogor.
PT Garindo Perkasa sendiri ingin memperoleh izin lokasi tanah seluas 1 juta meter persegi untuk pembangunan makam di Desa Tanjungsari. Diduga dalam pengurusan itu, PT Garindo Perkasa memberi uang 'ucapan terima kasih' kepada Pemkab Bogor dan Ketua DPRD Bogor, Iyus Djuher.
Iyus diduga menggunakan pengaruhnya kepada Bupati Bogor, Rachmat Yasin untuk mengeluarkan surat perizinan lahan tersebut. Dalam perkembangannya, KPK kemudian juga menjadikan Iyus Djuher sebagai tersangka penerima suap.
Meski sejumlah saksi telah diperiksa terkait pengembangan kasus tersebut, sejauh ini KPK belum juga menjerat Rachmat Yasin sebagai tersangka. Padahal, seperti yang dikatakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto beberapa bulan lalu, kewenangan keluarnya pengurusan izin tersebut berada di tangan kepala daerah setempat.
"Yang menarik, orang yang mengeluarkan otoritas perizinan itu adalah kepala daerah," ujar Bambang beberapa waktu lalu. (Rinaldo)
Advertisement