Liputan6.com, Jakarta Manajemen PT Freeport Indonesia menyatakan hasil produksi dari penambangan bawah tanah belum optimal. Penambangan dari bawah tanah tersebut dilakukan mengingat cadangan bijih perseroan tidak lagi ekonomis pada 2016.
"Permasalahan dihadapi PT Freeport Indonesia adalah cadangan bijih di permukaan tidak ekonomis ditambang pada 2016," ujar Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik Sotjipto, saat ditemui pada rapat otonomi khusus Papua, di gedung DPR Jakarta, Senin (3/3/2014).
Advertisement
Oleh karena itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut melakukan persiapan untuk melakukan penambangan di bawah tanah sejak 2008. "Sehingga sejak 2008 persiapan permulaan tambang bawah tanah," ungkapnya.
Namun, saat ini, produksi dari tambang bawah tanah itu belum optimal. Produksi itu hanya 25%-30% dari produksi Freeport. Menurut Rozik, agar kapasitas produksi tersebut normal maka harus melakukan ekspolorasi hingga 2022. Sementara kontrak Freeport akan habis pada 2021 mendatang.
"Dalam pembicaraan kami tentang renegosiasi kontrak kami untuk memperpanjang kontrak karena pada saat ini 25-30% dari produksi yang ditunjang dari bawah tanah, untuk kapasitas produksi normal dari tambang bawah tanah bisa dicapai 2022 di mana izin berakhir 2021," pungkasnya. (Pew/Ahm)