Liputan6.com, Pekanbaru - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Pekanbaru, Riau, menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) yang dianggap merugikan negara Rp 16 triliun atas kasus penebangan hutan. Dalam gugatan itu, KLH meminta PT MPL membayar denda Rp 16 triliun sesuai dugaan jumlah kerugian negara.
Sidang putusan ini dipimpin Hakim Reno Listowo dengan anggota Effendy Jauhari dan Togi Pardede di PN Pekanbaru pada Senin malam 3 Maret 2014. Dalam sidang itu tak ada pengunjung dan hanya dihadiri oleh Berto Herora Harahap selaku Kuasa Hukum KLH dan seorang kuasa hukum lainnya.
Dalam putusannya, Reno Listowo menyatakan putusan gugatan perdata yang diajukan KLH kepada PT MPL ditolak seluruhnya dengan berbagai pertimbangan.
KLH mengajukan gugatan ini pada 26 September 2013. KLH menuduh PT MPL melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. PT MPL dituduh melakukan penebangan hutan di luar lokasi izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).
Berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/04 tanggal 17 Desember 2002, PT MPL mendapat jatah 5.590 hektare hutan di Pelalawan untuk ditebang. Namun KLH menuding PT MPL telah menebang hutan seluas 7.466 hektare berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) tahun 2004, 2005, dan 2006.
Selisih dengan IUPHHKHT seluas 1.873 hektare itulah yang disoal KLH, sehingga total kerugian negara akibat perusakan lingkungan hidup yang dilakukan PT MPL setidaknya senilai Rp 4 triliun.
Tak hanya itu, PT MPL juga dinilai melakukan penebangan hutan di dalam areal IUPHHKHT, dari 5.590 hektare, 400 hektare berupa bekas tebangan dan sisanya seluas 5.190 hektar berupa hutan primer atau hutan alam.
Berdasarkan aturan Kementerian Kehutanan, tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam di dalam usaha hutan tanaman, kecuali untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana dengan luas maksimum satu persen.
PT MPL juga dituduh telah menebang kayu ramin sehingga total kerugian negara akibat perusakan lingkungan hidup di dalam areal IUPHHKHT seluas 5.590 hektare setidaknya mencapai Rp 12 triliun.
Dengan demikian, KLH menyatakan total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT MPL senilai Rp 16 triliun sepanjang 2004, 2005 dan 2006.
Sidang atas perkara tersebut sebelumnya telah berjalan belasan kali di PN Pekanbaru dengan sejumlah agenda hingga akhirnya masuk pada sidang putusan.
Berto Herora Harahap selaku Kuasa Hukum Penggugat dari KLH menyatakan pihaknya akan melakukan upaya banding. Dia mengatakan telah "mencium aroma" penolakan gugatan tersebut dari berbagai kejanggalan selama proses persidangan. Salah satunya penundaan sidang putusan yang seharusnya dilaksanakan pada 18 Februari 2014 ditunda hingga Senin kemarin.
Bahkan pada Senin itu, waktu pelaksanaan sidang molor, yang seharusnya pukul 11.00 WIB malah dilaksanakan pada pukul 17.00 WIB hingga selesai malam, katanya. Berto mengakui ini merupakan penolakan gugatan yang pertama setelah sebelumnya beberapa kali gugatan pada kasus yang sama, KLH selalu menang.
Sementara itu Reno Listowo selaku hakim ketua menyatakan dalam sidang, penundaan terjadi karena dirinya sedang berada di Jakarta. "Pesawat saya baru tiba di bandara pada sore sehingga sidang putusan ini sedikit terundur," kata Reno. (Ant/Yus Ariyanto)
Advertisement
Baca juga:
Baca Juga