Liputan6.com, Jakarta - Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN dan RB) Azwar Abubakar memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh tahun anggaran 2006-2010.
Azwar diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, Ramadhani Ismy.
"Dia jadi saksi untuk tersangka RI," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Selasa (4/3/2014).
Azwar sudah tiba di KPK sejak pagi. Dengan mengenakan baju safari berwarna abu-abu, dia enggan meladeni pertanyaan mengenai pemeriksaannya. "Nanti saja," kata dia. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu pun kemudian masuk ke dalam lobi tunggu KPK.
Pada Jumat 28 Februari 2014, Azwar juga diperiksa KPK dalam kasus yang sama. Ia diperiksa selama kurang lebih 6,5 jam.
Advertisement
Dari tahun 2000 sampai Desember 2004, Azwar Abubakar menjabat Wakil Gubernur Aceh mendampingi Gubernur Abdullah Puteh. Setelah Puteh ditahan KPK pada 7 Desember 2004 karena tersangkut kasus korupsi pembelian heli, Azwar menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh sampai 2005.
Dalam kasus dugaan korupsi terkait pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh, KPK telah menetapkan 2 orang sebagai tersangka pada Agustus 2013. Kedua tersangka itu adalah Ramadhani Ismy dan Heru Sulaksono.
Ramadhani adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS, sedangkan Heru merupakan Kepala PT NK Cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation.
Kedua tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi terkait pembangunan dermaga bongkar di Sabang. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 249 miliar.
Atas perbuatannya, RI dan HR disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana. (Yus)