Liputan6.com, Jakarta Real Estate Indonesia (REI) terus mengeluhkan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang masih betah di level 7,5%. Tingginya bunga acuan ini memicu peningkatan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi 12%.
"Suku bunga KPR meningkat 30% dari 9% menjadi 12%," ungkap Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Pembiayaan Perbankan, Preadi Ekarto di Jakarta, Rabu (5/3/2014).
Dengan kenaikan bunga KPR tersebut, REI memperkirakan masyarakat setidaknya harus menyicil rumah dari Rp 3 juta menjadi Rp 4 juta per bulan. "Sakit dong, karena kalau nyicil cuma Rp 3,3 juta masih tidak apa karena hanya 10%," katanya.
Lebih jauh, kenaikan suku bunga KPR juga membuat jumlah pembeli rumah menurun hingga 20%. Kondisi ini terjadi selama kurun waktu lima bulan sejak Bank Sentral menaikkan BI Rate dari 5% menjadi 7,5%.
"Misalnya yang mau beli rumah 1.000 orang, karena kenaikan suku bunga kreditnya 30%, jadi pembeli turun. Makanya kami ingin suku bunga KPR balik lagi ke 9%. Itu sudah angka yang paling top," ujarnya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Preadi berharap BI segera menurunkan suku bunga acuan menjadi 5% agar suku bunga KPR dapat kembali turun ke 9%. "Waktu itu kan rupiah melemah, BI Rate naik, nah sekarang kan rupiah menguat mestinya suku bunga turun supaya penguatan rupiah tidak terlalu cepat lagi," cetusnya.
Kalangan pengembang khawatir jika BI Rate dan suku bunga kredit naik kembali, industri properti nasional justru terancam mati. Dengan cicilan yang meningkat, konsumen akan semakin terbebani dalam pelunasan maupun pembayaran cicilan.
Advertisement