Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan Giant Sea Wall (GSW) atau tanggul raksasa di wilayah utara Jakarta saat ini telah sampai tahap studi kelayakan tanah di sekitar lokasi yang akan dibangun. Studi kelayakan dilakukan tim gabungan dari pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta.
"Sekarang sudah jalan penelitian di pusat, kementerian PU, Dinas Perindustrian Energi. Kan itu harus diteliti tanahnya, kalau mau ditumpangin atasnya berapa beratnya," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Andi Baso di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Menteng, Jakarta, Rabu, (5/3/2014).
Andi menjelaskan, studi tersebut dilakukan untuk mengetahui tren penurunan muka tanah. Terlebih, penurunan muka tanah di Jakarta terbilang cukup cepat. Untuk melakukan studi tersebut, pihaknya juga telah menggelontorkan dana yang jumlahnya cukup besar.
"Tahun ini Pemprov DKI anggarkan Rp 12 miliar untuk penelitian tanah, untuk melihat tren penurunan tanah. Sebenarnya dinas perindustrian sudah lakukan tapi masih spot-spot. Itu kan perlu pengeboran 300-400 meter di beberapa tempat. Jadi satu titik mewakili sekian kilometer persegi," papar Andi.
Nantinya, menurut Andi, hasil studi yang telah didapatkan akan dijadikan sebagai bahan untuk menentukan bentuk DED (detailed engineering design) tanggul raksasa. Tanggul tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar US$ 54 miliar atau sekitar Rp 600 triliun itu.
"Ya nanti setelah ini rampung, akan dijadikan bahan penyusunan desain Giant Sea Wall. Apakah mau pakai yang masif atau dimix dengan yang agak ringan," kata Andi.
Menurut Andi, pembuatan Giant Sea Wall sangat bermanfaat untuk menyelamatkan Jakarta dari banjir. Khususnya untuk wilayah Jakarta Utara yang kerap dihantam banjir rob saat musim air laut pasang.
"Kalau mau mengamankan Jakarta dan menyelamatkan sumberdaya alam harus dibikin. Kalau nggak, apa yang kita bikin di Jakarta selama ini habis semuanya. Kalau pasang itu datang dan hujan di hulu, sudah..," kata Andi.
Rencananya, pembangunan Giant Sea Wall akan dilaksanakan 2 tahap. Tahap pertama dimulai dari Tanggul A dan Tanggul B yang akan dilaksanakan pada 2014 sampai 2017. Sedangkan untuk tahap kedua akan dilakukan Tanggul C atau Tanggul Timur yang akan dikerjakan mulai 2018 sampai 2025.
Kawasan dengan luas tanah 5.500 hektar (ha) ini nantinya akan mampu menampung sekitar 1,8 juta penduduk dan dapat menyerapa tenaga kerja 2,6 orang. Dari luas tanah yang ada, 45% nya akan dibangun yang di dalamnya terdapat lokasi perumahan dengan luas 14,1 juta meter persegi.
"Jadi ini akan menjadi perkotaan baru di wilayah Jakarta Utara dengan berbagai macam pembangunan dan perumahan disana," ujar Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S Priatna beberapa bulan lalu.
Mega proyek dengan bentuk menyerupai burung garuda ini, selain dapat dijadikan sebagai kawasan multifungsi, juga diharapkan mampu menjadi tanggul yang dapat membantu mengatasi permasalahn banjir di ibukota.
Kapasitas tanggul di kawasan ini diperkirakan akan mencapai 1,2 miliar kubik. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan salah satu waduk terbesar di Indonesia, yaitu Waduk Jatiluhur yang terletak di Jawa Barat.
Baca juga:
Advertisement