Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus didesak tidak melakukan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam rangka melindungi industri rokok dan petani tembakau nasional.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Abdul Kadir Karding menilai jika hal ini dilakukan maka akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau sekaligus dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan.
"Baleg sudah mengirim surat ke pimpinan DPR untuk kemudian diteruskan ke Presiden. Kita minta pemerintah tidak melakukan ratifikasi, karena kami khawatir ada konten yang tumpang tindih, dan nantinya mempersulit," ujar Karding, Kamis (6/3/2014).
Ia menjelaskaan, keputusan penolakan ratifikasi itu sudah lama didengungkan dewan dan surat keberatan Baleg sendiri sudah dikirimkan pada 28 Februari 2014. Surat tersebut pun diyakini sudah diserahkan pimpinan DPR ke Istana.
RUU Pertembakauan sendiri, menurut Karding, sudah dalam tahap finalisasi di Baleg dan diharapkan akan selesai pada tahun ini.
Advertisement
"Ini terus berproses, kami minta FCTC dipending dulu, untuk kemudian nanti menyesuaikan dengan UU Tembakau," tegas dia.
Karding mengingatkan jika industri tembakau nasional merupakan sektor industri ekonomi nasional yang telah mapan. Sebab ini terbentuk dari hulu hingga hilir dengan prosentasi penyerapan tenaga kerja kerja yang tinggi, bahan baku mandiri, tata niaga yang telah terbentuk dan merupakan penyumbang penerimaan negara cukai dan pajak yang tidak sedikit.
Dia menegaskan, dewan bukan tidak memperhatikan isu kesehatan. Namun dalam ratifikasi FCTC sudah jelas akan membunuh puluhan juta orang yang ada struktur bisnis rokok atau tembakau.
"Kami akan berbeda sikap dengan kementerian yang setuju FCTC. Aksesi ini akan membunuh puluhan juta orang yang bergantung pada tembakau," tandas dia.