Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak keseluruhan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK), Akil Mochtar, terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada, penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
"Dalam surat dakwaan nomor DAK-04/24/02/2014 tanggal 10 Februari 2014 telah memenuhi syarat formal dan materiil sebagaimana ditentukan dalam pasal 143 ayat 2 huruf a dan hurup b KUHAP," kata Jaksa Ely Kusumastuti, menangapi eksepsi terdakwa dalam persidangan di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3/2014).
Advertisement
Dalam eksepsinya, Akil menggarisbawahi beberapa poin dakwaan jaksa yang dinilai kabur. Salah satunya terkait penangkapan Akil yang dinilainya tidak masuk definisi tangkap tangan.
Jaksa berpendapat bahwa itu telah diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP. Sebab ada transaksi uang Rp 3 miliar dari mantan anggota DPR Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nalau kepada terdakwa saat operasi tangkap tangan di rumah terdakwa. Jaksa pun akan membuktikan hal tersebut dalam pemeriksaan pokok perkara di sidang selanjutnya.
Poin soal tidak adanya surat perintah penangkapan penyidik terhadap terdakwa, Jaksa menilai hal itu tidak perlu karena diatur pada Pasal 18 ayat 2 KUHAP. Begitu juga soal penyitaan diatur dalam Pasal 39 dan 40 KUHAP.
Selain itu JPU tak sependapat mengenai keberatan Akil yang mengaku tidak pernah diperiksa sebagai tersangka berkaitan dengan sprindik 59/01/10/2013 terkait dugaan tindak pidana korupsi pilkada lainnya. Jaksa menilai eksepsi Akil keliru.
"Tersangka telah diperiksa sebanyak 7 kali. Berita Acara Pemeriksaan telah diparaf dan ditandatangani oleh tersangka," ujar dia.
Terkait pasal yang diterapkan, yakni Pasal 3 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15 tahun 2003 juncto UU Nomor 25 tahun 2003, Akil menilai UU itu sudah tidak berlaku atau telah dicabut. Jaksa berpendapat, Pasal 95 UU Nomor 8 tahun 2010 mengatur bahwa UU yang lama tidak dihidupkan kembali, tetapi berlaku untuk perbuatan sebelum lahirnya UU yang baru. Tujuannya untuk mengisi kekosongan hukum.
"Sehingga sudah tepat jika tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh terdakwa sebelum berlakunya UU Nomor 8 tahun 2010, dikenakan UU Nomor 15 tahun 2002 juncto UU Nomor 25 tahun 2003," kata Jaksa.
Karena itu Jaksa meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang dan memeriksa terdakwa Akil, karena eksepsi bukan materi dari dakwan Jaksa. Bila terdakwa tidak puas seharusnya mengajukan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP.
"Terhadap keberatan terdakwa tersebut kami tidak sependapat," ujarnya.
Menyikapi tanggapan Jaksa, usai sidang, bekas Anggota DPR itu tetap pada nota keberatan yang telah disampaikannya pekan lalu. "Jadi, tanggapan jaksa itu tidak menggugurkan eksepsi saya," kata Akil singkat. (Tanti Yulianingsih)
Baca Juga: