Liputan6.com, Kiev - Perdana Menteri Ukraina Arseniy Yatsenyuk mengatakan tidak akan ada negara yang mengakui hasil referendum Crimea yang rencananya digelar pada 16 Maret mendatang. Sebab, penentuan sikap Crimea untuk bergabung dengan Rusia atau tetap menjadi wilayah Ukraina merupakan tindakan inkonstitusional.
"Setiap keputusan yang Anda ambil merupakan tindakan melawan hukum dan inkonstitusional. Tidak ada orang beradab di dunia ini yang mau mengakui keputusan referendum tersebut yang disebu-sebut sebagai otoritas Crimea," tegas Yatsenyuk seperti dikutip Liputan6.com dari BBC, Jumat (7/3/2014).
Pernyataan ini juga menjadi peringatan Yatsenyuk pada kelompok yang dianggap sebagai separatis dan pengkhianat di Ukraina. Sebab, niat bergabung dengan Negeri Beruang Merah tesebut diduga karena ada campur tangan militer.
Pasukan Rusia telah menduduki kawasan Crimea-yang selama ini menikmati otonomi khusus dari Kiev. Juru Bicara Parlemen Rusia Valentina Matviyenko meyakini keinginan Crimea untuk bergabung dengan negaranya bukanlah rekayasa.
"Tak perlu dipungkiri, Parlemen Crimea sebagai otoritas legal memiliki hak, hak kedaulatan rakyat untuk menentukan masa depannya," ujar Matviyenko.
Crimea adalah wilayah yang mayoritas penduduknya memiliki latar belakang Rusia. Meski demikian, warga Crimea berbeda pendapat, ada yang ingin tetap bergabung dengan Ukraina dan ada pula yang ingin berpisah dan abergabung dengan Rusia.
"Saya keturunan Rusia, tapi saya bukan warga Rusia. Ketika saya berada di sana beberapa tahun lalu, saya paham kami sudah berbeda. Saya lebih merasa sebagai warga Crimea," terang salah seorang warga.
Pengumuman rencana referendum dari Parlemen Crimea disampaikan saat para pemimpin Uni Eropa melakukan pertemuan di Brussels, Belgia, untuk mendiskusikan bagaimana respons yang akan diambil atas Rusia yang mengirimkan pasukan dan menduduki tanah Ukraina.
Baca juga:
Advertisement
Blokade Pelabuhan Ukraina, Rusia 'Parkir' Kapal Tua di Pintu Masuk
Mau Pisah dari Ukraina dan Gabung ke Rusia, Crimea Dikecam AS