Liputan6.com, Jakarta - Status Anas Urbaningrum bertambah satu. Selain tersangka gratifikasi dalam proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Olah Raga Nasional (P3ON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat dan proyek lain-lain, Anas kini juga tersangkut tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hartanya 'diburu'.
Adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini mengincar satu per satu aset milik mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu. Kalau-kalau terkait hasil pencucian uang. Namun rencana penyegelan berjalan maju-mundur.
Advertisement
2 Hari setelah pengumuman status baru Anas, yakni 7 Maret 2014, KPK menyiarkan penyitaan terhadap salah satu aset pria berkacamata itu. Rumah di Jalan Selat Makasar C9/22, Duren Sawit, Jakarta Timurlah yang disita KPK. Bangunan itu biasa dijadikan markas ormas bentukan Anas selepas keluar dari Partai Demokrat, Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).
Anehnya, meski telah disita KPK, rumah itu masih belum juga disegel. Tak ada plang penyegelan dari lembaga pimpinan Abraham Samad itu di rumah Anas. Pun begitu dengan garis KPK yang tak kunjung terpasang.
"Dipasang tinggal pasang. Kan yang penting ada berita acara penyitaan," kata juru bicara KPK, Johan Budi, 10 Maret 2014 lalu.
"Saya tidak tahu itu rumah dipakai oleh markas PPI apa nggak. Yang jelas itu biar tidak berpindah tangan dan diperjualbelikan."
Tak cuma rumah Anas, ada sejumlah aset lain yang juga turut disita KPK. Namun anehnya, tak ada satu pun yang dipasangi plang.
Antara lain tanah seluas 7.670 meter persegi dan 200 meter persegi di Jalan KH Ali Maksum, Krapyak, Mantrijeron, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tanah itu milik mertua Anas Urbaningrum, Attabik Ali. Ayah Attiyah Laila ini merupakan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
Selain itu, lahan adik ipar Anas, Dina Az, yang terletak di Panggungharjo, Bantul juga turut diamankan.
Sambutan
Terus dipertanyakan, kabar angin penyegelan KPK pun berembus. Rencana penyegelan rumah Anas dijadwalkan dilakukan Senin 10 Maret 2014, pukul 11.00 WIB. Mendapat kabar ini, pengacara Anas, Handika Honggowongso pun mempersiapkan sambutannya.
"Kami akan buatkan samka di butan (sambutan) untuk menghormati kedatangan para penyidik KPK, walaupun mereka telah berbuat semena-mena dan melampoi batas terhadap Mas AU dan keluarganya," kata Handika, Minggu 9 Maret 2014.
Hari yang ditunggu pun tiba. Namun hingga jarum jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, belum ada tanda-tanda kehadiran penyidik KPK. Juru bicara KPK pun tak bisa memberikan kepastian.
"Belum dapat info dari penyidik," ujar Johan, Senin 10 Maret 2014.
Johan mengatakan, sejauh ini penyidik masih melakukan penelusuran aset-aset lain milik Anas. Bahkan, penyidik sudah mengantongi informasi baru terhadap aset dan kekayaan tersangka gratifikasi proyek Hambalang dan lain-lain itu.
Sementara sejumlah aset yang berada di dalam rumah Anas sudah dipindahkan. Salah satu aset yang sudah dipindahkan adalah ikan-ikan koi yang berada di rumah yang beralamat di Jalan Teluk Langsa.
Memang, kolam ikan koi itu berada di rumah Anas yang berada di Jalan Teluk Langsa, bukan di rumah yang akan disegel KPK atau yang letaknya di Jalan Selat Makasar.
Namun, rumah yang beralamat di Jalan Selat Makasar ini menjadi salah satu akses untuk menuju ke rumah yang berada di Jalan Teluk Langsa itu. Sehingga, jika rumah yang beralamat di Jalan Selat Makasar disegel, dikhawatirkan akan susah merawat ikan-ikan itu.
"Kasihan juga, maka disuruh cepat dibawa ikan-ikannya. Kan kalau nanti memang disegel (rumah yang beralamat di Jalan Teluk Makasar), jadi susah ngurusinnya," kata Yadi, salah satu penjaga rumah Anas.
KPK Ragu?
Tak berapa lama, Johan kembali bersuara. Penyegelan rumah Anas dinyatakan batal. "Hari ini tidak ada penyegelan dan juga tidak pasang plang."
Pengacara Anas Urbaningrum, Handika Honggowongso, urung memberikan sambutan pada para penyidik KPK.
"Waduh kok nggak jadi, piye tho? Padahal kami sudah nunggu di Duren Sawit, siap untuk membantu penyidik KPK untuk proses penyegelannya, supaya ndak error in objecto (kesalahan objek sengketa), supaya ada kepastian hukumnya, baik bagi kami atau KPK," ujar Handika.
Handika menyatakan siap untuk membuktikan jika rumah Anas yang ingin disegel lembaga pimpinan Abraham Samad itu tak terkait dengan proyek Hambalang.
"Ya puyeng jika belum ada kepastiannya, kapan ada kepastian hukumnya? Apa KPK jadi ragu? Kami siap buktikan jika aset di Jalan Selat Makasar nomor C9/22 itu diperoleh dari sumber yang sah dan legal.”
Sempat tak bersuara, kini loyalis Anas, Tri Dianto membuka mulut. Tri mengakui hingga saat ini dia sendiri belum mendapatkan informasi tentang penyitaan oleh KPK yang menyebutkan telah menyita sertifikat dari rumah Anas di Jalan Selat Makasar C9/22. Baginya, penyitaan itu adalah ilegal.
"Saya kira apa yang dilakukan KPK tergesa-gesa. Karena Mas Anas belum sampai persidangan. Anas bukan OTT. Ini harus dibuktikan. Saya kira, KPK ilegal menyita aset Anas. Kan belum tahu yang disita itu adalah hasil TPPU," ujar Tri kepada Liputan6.com.
Tri juga membantah, jika teman dan kerabat dekat Anas kini dikabarkan sudah tak lagi vokal untuk memberikan dukungan padanya.
“Saya kira itu salah. Penilaian itu salah," kata salah satu loyalis Anas, Tri Dianto kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (11/3/2014).
"Saya selaku teman, selalu memberikan dukungan moral. Kalau memang ada yang meninggalkan, ya urusan mereka. Tapi seluruh rombongan dipastikan akan selalu memberikan support untuk mas Anas."
Tri pun mengungkap alasan di balik 'keringnya' suara para loyalis Anas di pemberitaan. Menurutnya, hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga Anas dan sang istri, Athiyyah Laila.
"Ya maksudnya, kita juga menghormati Mbak Athiyyah. Kita harus komentar baik-baik. Karena kalau kita menyudutkan KPK, yang susah Mas Anas juga karena di dalam tahanan. Bisa saja mas Anas diintervensi, diisolasi, ya kan kita nggak tahu."
Anas Urbaningrum oleh KPK dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia disangka menerima hadiah atau janji dalam proyek Hambalang dan proyek-proyek lain.
Selain itu, dia juga dikenakan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU, serta Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 UU No 15/2002 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: