Liputan6.com, Crimea - Akhirnya parlemen Crimea menyatakan diri sebagai negara yang merdeka. Pernyataan itu disampaikan pada Selasa, 11 Maret 2014, berdasarkan hasil perolehan dari polling yang dilakukan antara anggota parlemen.
"Hasilnya 78 dari 100 anggota parlemen setuju Crimea menjadi negara merdeka dan terpisah dari Ukraina, dan akan mulai diberlakukan dengan segera," demikian ungkap salah satu anggota parlemen kepada kantor berita pemerintah Ria Novosti seperti dilansir dari Latino Fox News, Kamis (13/3/2014).
"Crimea sebagai negara merdeka, akan menjadi Federasi Rusia setelah referendum mengusulkan integrasi dengan Rusia sebagai subjek federatif," jelas juru bicara parlemen Crimea itu.
Sementara dilansir dari Russia Today, cara itu dinilai merupakan langkah awal untuk memuluskan pemungutan suara yang akan digelar pada Minggu, 16 Maret 2014.
Dalam pemungutan suara yang akan digelar pada akhir pekan mendatang, rakyat dimintai pendapatnya setuju atau tidak untuk bergabung menjadi bagian dari Republik Federasi Rusia. Menurut Konstantinov, proses referendum akan dapat dilalui dengan mulus.
"Kami, anggota parlemen dari Republik Otonomi Crimea dan Dewan Kota Sevastopol, dengan menghormati piagam PBB dan seluruh dokumen internasional serta mempertimbangkan status Kosovo oleh Pengadilan Mahkamah Internasional PBB pada 22 Juli 2010, yang menyatakan bahwa deklarasi kemerdekaan secara sepihak dari sebuah negara tidak melanggar aturan internasional, membuat keputusan ini," demikian tulis anggota parlemen dalam sebuah naskah kemerdekaan yang dipublikasikan oleh media Crimea.
Dokumen kemerdekaan itu kemudian diberlakukan selama sesi pertemuan di parlemen ketika itu.
Deklarasi tersebut ditandatangani oleh Ketua Dewan Tertinggi Crimea Vladimir Konstantinov dan Kepala Dewan Kota Sevastopol Yury Doynikov.
"Kami mengadopsi deklarasi kemerdekaan untuk menuju referendum yang sah dan transparan," ujar Konstantinov.
"Maka kami nyatakan secara sah Crimea sebagai negara Republik. Kami, tidak lagi menambahkan kata otonom," imbuhnya.
Konstantinov memaparkan, Crimea tidak akan pernah kembali bergabung dengan Ukraina. Meskipun mantan Presiden Viktor Yanukovich akan kembali berkuasa di Crimea.
"Negara di mana kami dulu pernah tinggal, tidak ada lagi. Kami akan berjalan menuju jalan kami sendiri dan berupaya untuk menujunya secara cepat," tutur Konstantinov.
Langkah awal dari deklarasi kemerdekaan itu, Crimea akan menggunakan Rubble (mata uang Rusia) sebagai mata uang mereka setelah referendum digelar.
Persiapan Pemungutan Suara
Menjelang digelarnya pemungutan suara pada 16 Maret, otoritas Crimea pun tengah menyiapkan segala sesuatunya.
"Surat suara untuk referendum kini tengah dicetak dan komite pemilu sedang dibentuk di semua bagian Crimea," kata Konstantinov.
Pasukan Rusia yang telah berada di wilayah Crimea, juga terus memperketat pengawasan jelang digelarnya referendum.
Berdasarkan hasil survei yang pernah diadakan oleh Institut Penelitian Politik dan Sosiologi Republik Crimea, 78 persen rakyat Crimea dan Sevastopol akan memilih untuk bergabung dengan Rusia saat pemilihan nanti. Lalu 85 persen rakyat di kota Sevastopol juga meyakini mereka seharusnya bergabung dengan Rusia.
Dalam survei itu, juga diketahui sebanyak 97 persen responden di kota Sevastopol dan Crimea memandang negatif situasi di Ukraina usai mantan Presiden Yanukovich digulingkan oleh parlemen. 84 Persen penduduk di kedua area itu menyatakan Ukraina saat ini tengah mengalami sebuah krisis.
Sementara 83 persen responden di Crimea menolak pemerintahan baru yang dibentuk, setelah menggulingkan mantan Presiden Yanukovich. (Yus Ariyanto)
Baca Juga:
Advertisement