Liputan6.com, Jakarta - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mencabut gugatan uji materi Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg). Uji materi itu di Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya juga digugat caleg sekaligus Ketua DPP PKB Bidang Hukum dan HAM, Anwar Rachman.
"Kami akan segera mencabut uji materi pasal tersebut di Mahkamah Konstitusi," kata Sekretaris Jenderal DPP PKB, Imam Nahrawi, Jakarta, Sabtu (15/3/2014).
Imam menjelaskan, uji materi itu karena momen yang kurang tepat. Proses gugatan juga dikhawatirkan dapat menimbulkan kisruh politik dan bertentangan dengan semangat reformasi serta demokrasi.
Pengajuan uji materi itu, lanjut Imam, sejatinya masih prematur di tengah persiapan partainya pada masa kampanye terbuka. Menurutnya, tidak ada yang perlu dipertentangkan dalam UU Pileg tersebut.
"Karena sistem yang berlaku sudah ideal dengan dinamika politik saat ini," kata Imam.
Adapun Pasal 5 mengatur tentang Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Sedangkan Pasal 215 mengenai penetapan calon terpilih anggota legislatif didasarkan ketentuan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Proporsi keterpilihan anggota dewan tidak ada dampak langsung terhadap kesadaran masyarakat dalam berpolitik pragmatis. Hal ini tidak akan membuat angka golput tinggi, dan atau pola masyarakat akan pragmatis. Masyarakat pemilih sudah kian pintar untuk memilah caleg yang benar-benar kompeten, tanpa melihat pemberian uang mereka saat kampanye," kata Imam.
UU Pileg yang diuji materi itu sebenarnya merupakan juga hasil uji materi Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu 2009 lalu. Sehingga penetapan calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem nomor urut dan digantikan dengan sistem suara terbanyak.
"MK saat itu juga menilai, sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat, jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif," ujar Imam.
Ketua DPP PKB Bidang Hukum dan HAM, Anwar Rachman mengajukan uji materi Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg) ke MK. Gugatan itu didaftarkan Anwar pada Jumat 14 Maret kemarin.
Anwar yang juga Caleg PKB Dapil II Jawa Timur ini menjelaskan, sistem pemilu dengan suara terbanyak yang diatur dalam kedua pasal itu dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebab dalam Pasal 22 E ayat 3 UUD 1945 juga diatur bahwa peserta pemilu adalah partai politik, bukan perseorangan.
Akan tetapi, lanjut dia, justru dengan sistem suara terbanyak membuat persaingan caleg kian ketat. Sementara kursi yang tersedia di parlemen terbanyak.
"Sekarang ini pertarungannya antar partai, antar caleg dari partai lain, dan antar caleg sesama partai sendiri," kata Anwar di Gedung MK, Jakarta, Jumat 14 Maret.
Belum lagi dengan maraknya money politic yang dilakukan oleh caleg-caleg berduit atau pemilik modal. Tentu akan membuat masyarakat menjadi pragmatis dalam memilih.
"Pilihan yang ada jadi bukan karena faktor kinerja atau program parpol, kapasitas atau rekam jejak, tetapi semata-mata didasarkan pada siapa caleg yang bisa memberikan uang banyak. Sedangkan yang tidak berduit akan tersingkir dari pertarungan," kata dia. (Rochmanuddin)
Advertisement
Baca juga:
Baca Juga