Liputan6.com, Jakarta Jakarta adalah latar kaum urban yang hidup di dalamnya. Segala kesibukan dan problema di kota ini sudah menjadi bagian dari cerita hari-hari masyarakatnya. Pagi di hari kerja, jalan-jalan di kota ini penuh sesak dengan motor dan mobil yang melaju ke wilayah pusat perkantoran. Halte bus Transjakarta dipenuhi orang-orang yang sudah menunggu sekian lama untuk tibanya bus berikutnya. Pengguna kereta listrik berduyun-duyun keluar dari stasiun kereta untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan mobil angkutan kota.
Macet, bunyi klakson, bahkan makian antar sesama pengguna jalan bukanlah barang baru. Berebut dan berdesakan di kereta ataupun bus dan cerita-cerita kriminal maupun pelecehan seksual adalah hal nyata yang bisa menimpa siapa saja di kota ini. Dengan kondisi sosial-budaya seperti ini tidak heran bila masyarakatnya terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang mawas (jika terlalu kasar untuk dibilang paranoid) dan determinatif (bahasa yang lebih halus untuk menyebut sikap egois yang oportunistis).
Advertisement
Selesai menggunakan sarana transportasi, gedung-gedung pencakar langit sudah siap menyambut orang-orang yang akan menghabiskan banyak waktunya di tempat itu tidak peduli apakah ia hanya seorang pegawai biasa atau jajaran direksi. Sembilan jam kemudian atau lebih, suasana keramaian kembali berulang dengan alur berlawanan. Selama lima hari berturut-turut seperti inilah yang terjadi di Jakarta. Hingga tiba waktunya akhir pekan, kaum urban pun mendapat kesempatan untuk benar-benar menghayati nafasnya.
Segala ide untuk menyegarkan pikiran yang terkuras selama lima hari bisa diwujudkan di akhir pekan. Pendekatan baru pada kota yang sama dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. Jakarta juga memang menyediakan layanan bagi para penduduknya. Ada berbagai tempat hiburan tersedia di sini – meski agak rancu juga tentang siapa yang sesungguhnya benar-benar terhibur, para konsumennya ataukah pengusahanya yang meraup untung.
Berbicara tentang hiburan dan rekreasi, sejak 24 Februari 2014, Jakarta memiliki sebuah layanan rekreasi yang disediakan oleh pemerintah kota Jakarta yang disebut City Tour Jakarta. Tur singkat yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini menggunakan bus tingkat sebagai sarananya. Dengan bus ini, para penumpang diajak menyusuri sebagian kecil ruas pusat kota Jakarta.
Meski Jakarta adalah tempat menginjakkan kaki sehari-hari para kaum urban, aktifitas sibuk yang terjadi di dalamnya justru mengasingkan masyarakatnya dengan diri kota itu sendiri. Menarik bahwa dengan bus ini, penumpang memiliki momen di mana dirinya dapat mengamati kota Jakarta secara lebih sadar. Sesungguhnya secara fisik tidak ada pemandangan baru yang dapat ditemui dengan menggunakan jasa bus tur ini. Akan tetapi dengan momen dan intensi yang berbeda, Anda dapat mengenal diri kota ini dengan pemahaman yang lebih segar, yakni sisi-sisi yang luput dari perhatian kita akibat rutinitas di kota ini.
Berikut ini adalah ulasan liputan6.com mengenai pengalaman tur menggunakan layanan bus rekreasi tersebut, Minggu 16 Maret 2014 pukul 12.00 WIB.
Bus dan penumpangnya
Bus dan penumpangnya
Menurut situs resmi pariwisata Indonesia, Wonderful Indonesia, Bus ini beroperasi setiap hari (Senin-Minggu) sejak pukul 07.00 hingga 19.00 WIB. Titik awal dari tur ini adalah di halte depan pusat perbelanjaan Plaza Indonesia yang letaknya berseberangan dengan halte transjakarta Bunderan HI.
Selain liputan6.com ternyata sebagian besar orang di halte tersebut memang sedang menunggu bus wisata itu. Pukul 12.00 WIB, dua bus wisata datang secara beriringan dan berhenti di halte tersebut. Bus tingkat yang digunakan dalam tur ini bertuliskan “CITY TOUR JAKARTA – WISATA KELILING JAKARTA”. Bus ini berdesain moderen dengan bagian kaca tampak cukup gelap dari luar.
Sewaktu pintu dibuka, semua orang berebut masuk tanpa sistem antri. Petugas bus tampak tak kuasa mengatasi serbuan itu. Semua orang ingin bisa menempati area tingkat 2. Karena tidak bisa masuk ke tingkat 2, liputan6.com memutuskan untuk pindah ke bus ke dua dan berhasil duduk di area tersebut. Duduk di area tingkat 2 memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para penumpang. Berkeliling melihat kota Jakarta dari tempat yang lebih tinggi membawa sensasi yang berbeda dengan pengalaman melihat kota Jakarta dengan menggunakan bus satu lantai yang biasa digunakan sehari-hari.
Suasana di dalam bus nyaman dengan ruangan yang bersih dan berpenyejuk serta furnitur yang masih terawat. Desain kaca yang dibuat lebar mendukung fungsi mata yang akan banyak digunakan dalam tur singkat ini. Di dalam bus terdapat sebuah televisi kecil yang memutarkan video tentang turisme Jakarta serta kamera CCTV untuk memantau keamanan di dalam bus. Di bagian langit-langit bus terdapat alat pengeras suara. Selama tur ini berlangsung, alat pengeras suara tersebut hanya memperdengarkan suara dari video turisme Jakarta yang diputar di televisi.
Bus berjalan ke arah department store Sarinah. Dari lantai 2 bus ini dapat dilihat kondisi akhir pekan Ibu Kota yang tidak sepi dari aktivitas warganya. Angkutan umum, motor dan mobil pribadi terlihat lalu lalang di jalan menuju Museum Nasional. Landmark kota Jakarta, Monumen Nasional (Monas), terlihat dari jarak jauh berdiri tetap kokoh menyaksikan geliat aktivitas di sekitarnya.
Advertisement
Jakarta: Gado-gado Budaya
Jakarta: Gado-gado Budaya
Museum Nasional
Satu bangunan yang dapat dilihat saat tur ini berlangsung adalah gedung Museum Nasional. Gedung yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 ini dikenal juga dengan nama Museum gajah karena terdapat patung gajah di bagian depan Museum. Patung gajah tersebut merupakan hadiah yang diberikan oleh Raja Chulalongkorn dari Siam (sekarang Thailand) pada tahun 1871.
Museum yang secara resmi dibuka untuk umum pada tahun 1868 ini beralih kepemilikannya kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1962. Koleksi yang terdapat di museum ini terdiri dari benda-benda arkeologis pada zaman purba, peninggalan masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, peninggalan zaman penjajahan Belanda, dan lain sebagainya. Sangat disayangkan pada September 2013 terjadi pencurian benda museum yang berharga.
Pasar Baru
Objek berikutnya yang dapat dilihat pada tur ini adalah area pasar baru dengan gerbangnya yang khas. Yang tertulis di gerbang pasar ini adalah “Passer Baroe”. Pasar ini adalah kawasan perdagangan yang terletak di kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Berdiri sejak tahun 1820, pasar ini menjadi tempat kontak budaya dari berbagai bangsa yang mengambil bentuk perdagangan sebagai medianya. Dilihat dari bentuk gerbangnya jelas dapat dilihat pengaruh budaya China pada sejarah pasar ini. Sedari dahulu pasar ini memang terkenal dengan toko-toko kain dari India. Zaman dahulu kebanyakan yang berbelanja di pasar ini adalah orang-orang belanda yang tinggal di Rijswijk (sekarang jalan veteran)
Gedung Kesenian Jakarta
Di seberang area Pasar Baru terdapat Gedung Kesenian Jakarta. Gedung Kesenian Jakarta dibangun pada masa colonial Belanda. Gedung yang dulunya bernama Schouwburg Weltevreden ini berfungsi sebagai tempat pertunjukan berbagai jenis kesenian, mulai dari seni peran, tari, musik, dan lain sebagainya. Ide pembangunan gedung ini dicetuskan oleh Gubernur Jendral kota Batavia (sekarang Jakarta) pada masa kolonial Belanda, Herman Willem Daendels. Namun ide tersebut baru terwujud oleh Thomas Stamford Raffles yang menjadi Gubernur Letnan kota tersebut semasa kolonialisme Inggris di Jawa.
Bahkan hanya dengan melihat arsitektur dari bangunan-bangunan tua yang terlihat saat tur ini berlangsung, para turis dapat mengetahui bahwa sejak dahulu Jakarta adalah cobek gado-gado di mana berbagai budaya dari berbagai negara bercampur aduk di kota tua ini. Pertanyaan yang penting diajukan adalah bagaimana kita menyikapi situasi multikultural ini?
Belajar Toleransi dari Jakarta
Belajar Toleransi dari Jakarta
Gereja Katedral Jakarta
Perjalan bus ini kemudian berlanjut ke tempat di mana gereja Katedral Jakarta berada. Gedung ini adalah tempat beribadat umat Katolik. Gereja Katolik Roma ini memiliki nama resmi Gereja Santa Maria Pelindung yang Diangkat ke Surga. Gaya arsitekturnya adalah neo-gothic atau disebut juga gothic revival. Gaya arsitektur ini muncul di Inggris pada tahun 1740-an dan menjadi populer di tahun 1800-an. Gaya arsitektur gereja Katedral Jakarta ini ini juga merupakan gaya dari bangunan Palace of Westminster di London. Katedral Jakarta selesai di bangun pada tahun 1901. Disebut sebagai Katedral karena di dalamnya terdapat cathedra (bahasa latin dari kata `kursi`) yang menjadi simbol bagi otoritas pengajaran pendeta Katolik.
Masjid Istiqlal
Letak Masjid Istiqlal ini tepat berada di depan Gereja Katedral Jakarta. Masjid yang secara resmi dibuka pada tahun 1978 ini dapat menampung hingga 120.000 jemaah. Nama `Istiqlal` yang berarti `Kemerdekaan` sengaja diambil untuk mengingat kemerdekaan Indonesia. Ide pembangunan masjid nasional ini datang dari Mentri Agama di Indonesia yang pertama yakni Wahid Hasyim. Pada tahun 1953 dibentuklah komite pembentukan Masjid Istiqlal. Beberapa pilihan lokasi diajukan bagi masjid ini. Presiden Soekarno saat itu tegas menyatakan bahwa masjid tersebut dibangun di dekat Gereja Katedral Jakarta untuk menggambarkan harmoni dari kehidupan beragama di Indonesia sebagaimana yang terdapat pada nilai-nilai Pancasila. Pada tahun 2010, presiden Amerika Serikat, Barack Obama, beserta istrinya Michelle Obama mengunjungi masjid ini saat kunjungan kenegaraan ke Indonesia.
Istana Merdeka
Melewati Istana Merdeka, para pengunjung dapat melihat bangunan yang menjadi tempat kediaman resmi dan kantor dari Presiden Republik Indonesia. Istana Merdeka letaknya satu kompleks dengan Istana Negara. Bangunan yang terletak di Jalan Medan Merdeka Utara ini berhadapan dengan Monumen Nasional (Monas). Peringatan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada tahun 1950. Kini Istana Merdeka digunakan untuk penyelengaraan acara-acara kenegaraan termasuk didalamnya penyambutan tamu-tamu negara.
Melalui tur ini, melihat keberadaan dua tempat ibadah yang berdekatan dan kegiatan-kegiatannya berjalan secara harmonis, para penumpang dapat belajar bahwa perbedaan tidak serta merta memustahilkan hidup berdampingan dengan suasana yang damai. Yang diperlukan adalah seperangkat nilai-nilai toleran untuk mengatur cara hidup bersama dalam situasi yang plural.
Advertisement
Urban Jakarta
Urban Jakarta
Selain gedung-gedung bersejarah yang dapat ditemui pada tur singkat ini, penumpang juga tentunya dapat melihat bangunan-bangunan moderen pencakar langit yang ada di pusat kota Jakarta. Suasana metropolitan jelas tergambar oleh kehadiran gedung-gedung tinggi tersebut. Gedung-gedung perkantoran dengan desain moderen mulai dari yang usianya cukup tua seperti gedung Bank Indonesia di jalan M.H. Thamrin yang selesai dibangun pada tahun 1962, atau juga gedung-gedung hotel berbintang lima seperti hotel Mandarin Oriental dan Grand Hyatt menjadi bukti identitas perekonomian kota besar dengan segala aspek sosial-budaya yang ada di dalamnya.
Moderenitas fisik memang nyata terpampang di wajah kota Jakarta. Berbagai pusat perbelanjaan mewah dengan semua kecanggihan dan kemewahan moderen yang dijajakan di dalamnya menjadi sumber tenaga baru bagi kaum urban ibu kota yang akan menghabiskan lima hari ke depan dengan bekerja. Pertanyaannya adalah apakah hal-hal itu telah berhasil membuat kita menjadi orang dengan mental moderen? Diskusi tentang kaitan antara kaum urban dengan moderenitas jelas tidak akan mencapai titik akhir sebelum bus City Tour Jakarta ini tiba di tempat awal tur ini dimulai, yakni di halte depan pusat perbelanjaan Plaza Indonesia yang letaknya berseberangan dengan halte transjakarta Bunderan HI.
Pukul 13.00 perjalanan liputan6.com merasakan tur ini selesai. Selama satu jam menempuh rute sejauh 11 km dijumpai hal-hal yang sudah pernah dilihat sebelumnya namun dalam momen yang berbeda. Tanpa mental rutinitas hari kerja, kaca mata yang digunakan untuk melihat wajah Jakarta pun menampilkan segi-segi lain kota Jakarta yang kurang disadari pada kehidupan sehari-hari. Anda tidak dipungut biaya untuk menggunakan layanan bus ini. Ayo, jangan lewatkan kesempatan berharga melihat Jakarta secara berbeda! (Bio/Igw)