Liputan6.com, Jakarta Jelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, produk-produk makanan dan minuman (mamin) asal Indonesia diakui masih sulit bersaing dengan produk sejenis dari negara lain.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan produk dalam negeri ini sulit untuk menembus pasar internasional termasuk pasar ASEAN.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, permasalahan yang umum terjadi pada produk mamin dalam negeri terkait label atau merk yang dianggap sulit untuk diterima oleh pasar di luar negeri.
"Seperti produk Tolak Angin, itu kan masih pakai bahasa Indonesia. Jadi saat masuk ke pasar Singapura atau Malaysia dipikirnya hanya untuk orang Indonesia karena susah menjelaskan masuk angin itu apa? masa 'in wind'? itu salah satu buktinya," ujar dia usai menghadiri Sosialisasi Pemendag Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 di Balai Sudirman, Jakarta, Rabu (19/3/2014).
Contoh produk Indonesia lain yang diakui masih kesulitan masuk ke pasar luar negeri, padahal berkualitas baik yaitu Kopi Kapal Api.
Advertisement
"Kemudian juga Kopi Kapal Api, yang produknya sudah terkenal di Indonesia. Itu harusnya bisa masuk ke Malaysia, Singapura atau Thailand, tapi namanya Kapal Api, kalau dibahasa Inggris-kan kan aneh, jadi susah jualannya," lanjut dia.
Meski demikian, Lutfi juga mengapresiasi beberapa produk Indonesia yang telah berhasil menembus pasar luar negeri seperti JCO dan maskapai Lion Air yang dinilai berhasil melakukan penetrasinya di beberapa negara.
"JCO ini saya pikir menjadi fenomena, buktinya dia bisa jualan di luar negeri. Juga bagaimana Lion Air yang menyerbu pasar Malaysia dengan Malindo Lion Air. Saya berpikir, mestinya bukan hanya kita yang diserbu tapi kita juga bisa menyerbu pasar mereka," tutur dia.
Dia mengatakan, berdasarkan pengalamannya menjadi Duta Besar Indonesia untuk Jepang, di mana negeri sakura tersebut mempunyai program yang ditujukan bagi produk-produk lokal yang laku di dalam negeri harus bisa 'diinternasionalisasikan' dengan bantuan Kementerian Perdagangan negara tersebut.
"Makanya kita sedang berpikir bagaimana caranya membantu hal ini, mungkin bisa dengan cara penyuluhan dan modal supaya brandingnya bisa dibahasa Inggris-kan. Ini lagi saya cari caranya," katanya.
Selain itu, Lutfi juga menyebutkan, sulitnya produk dalam negeri ini bersaing karena masih beranggapan pasar Indonesia yang sudah besar sehingga tidak perlu mengembangkan sayap keluar negeri.
"Bukan hanya hanya branding tetapi kita terlalu santai dengan market dalam negeri yang sudah besar. Jadi sekarang bukan hanya untuk menguasi pasar dalam negeri tetapi juga saatnya membuka pasar ASEAN," tandas Lutfi.