Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, Keputusan Presiden No 12/2014 tentang pergantian istilah China menjadi Tionghoa atau Tiongkok, merupakan kebijakan yang tepat. Karena selama ini penggunaan istilah China menyalahi undang-undang.
"Saya kira tepat lah SBY sebelum turun, 10 tahun, cabut (Surat Edaran Presidium)," ujar Basuki alias Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Menurutnya, Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06 Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967 yang menggunakan istilah Tjina sebagai pengganti Tionghoa/Tiongkok, menyalahi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Maka, ia pun mendukung langkah presiden mencabut surat edaran tersebut. Struktur negara, lanjutnya, semestinya tak memiliki Keppres yang bertentangan dengan UU. Seperti yang tercantum dalam UU tahun 2006 yang menyebutkan turunan darimana pun apabila lahir di Indonesia , ia merupakan orang Indonesia asli.
"Berarti itu langkah yang tepat sesuai dengan UUD. Presiden memang harus cabut. Zaman dulu orang nggak berani nguji," imbuhnya.
Pria yang karib disapa Ahok itu menjelaskan, istilah China sebenarnya menunjukkan negara. Namun, ketika Jepang menduduki China, kata itu kemudian digunakan untuk menghina bangsa China.
"Internasionalnya bilang China bukan Cina. Kita saja bilang Cina gitu itu. Cina ledekan dari Jepang untuk orang China dan dipakai juga pada orde baru. Sehingga menimbulkan diskriminasi bertahun-tahun," jelas Ahok.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Keppres itu diteken pada 14 Maret 2014.
Dengan berlakunya Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 itu, maka dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah orang dari atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang dan/atau komunitas Tionghoa, dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok. (Ismoko Widjaya)
Baca juga:
Advertisement