Liputan6.com, Jakarta Kehidupan jalanan yang keras tidak membuat bocah ini berhenti berjuang. Bocah enam tahun ini terpaksa mengamen di sekitar Lenteng Agung dan Pasar Rebo, Jakarta Selatan untuk mendapatkan uang. Sebut saja namanya Ari. Bocah ini rela berpanas-panasan dan kehujanan demi mendapatkan uang Rp. 200.000 dalam satu hari. Kalau tidak bisa memberi setoran sebanyak itu, sang ibu tidak segan menghukumnya.
Tim Health Liputan6.com berkesempatan mengikuti kegiatannya dalam satu hari. Walaupun rasa takut terpancar dari wajah Ari namun dirinya berusaha tersenyum bercengkrama bersama kami. Tubuh kecilnya dengan lincah ke sana kemari dan dengan berani menantang arus jalanan yang saat itu sedang ramai.
Saat itu sang ibu sedang tidak bersamanya. Maka Ari leluasa bercerita. Katanya, memang dia dipaksa sang ibu untuk mengamen mencari lembar demi lembar uang untuk dibawa pulang ke rumah.
"Biasanya ibu ikut, kadang ngamen juga tetapi ya gitu suka marah-marah. Saya diteriaki ibu 'ngamen gak kalau enggak nanti gua gebuk'," kata bocah seusia anak kelas tiga SD ini ditulis Kamis (27/3/2014).
Menurut pengakuan rekan sesama pengamen, Umi (20) bocah itu memang sering diperlakukan tidak wajar oleh sang ibu.
"Kalau dia sudah terbiasa sehingga sudah tahu celahnya. Pernah dia keserempet mobil, yang ada pemilik mobilnya malah marah-marah sama dia. Ya namanya juga anak kecil paling bisanya nangis. Dia memang gitu kalau sama orang baru tidak mau nyebut nama asli. Takut katanya," kata Umi (20) yang juga pengamen seperti Ari.
Menurut Umi, Ari selalu dibentak oleh sang ibu kalau tidak memberi jatah uang yang ditargetkan. "Biasanya dibentak, tetapi paling parah dia dipukul. Ya Allah ada yah orangtua begitu, tetapi di sini Ari tidak sendiri ada juga rekannya yang gitu," kata Umi.
Advertisement
Diajari ngamen sang ibu
Ari mulai keluar rumah sejak pukul 10.00, bersama teman-temannya bocah ini mulai beraksi dengan botol berisi beras, satu bait lagu dan amplop putih digenggamannya. "Diajarin sama ibu, sama semuanya di sini jadi bisa ngecrek trus nyanyi deh. Kita berangkat bareng mba Um juga dari rumah kadang jalan kaki dari jam 10 sampe ya sedapetnya uang," katanya.
Ari mengaku sang ibu memang tidak selalu memukulnya namun bentakan dan makian kerap diterima bocah yang seharusnya menikmati masa indah anak-anak ini. "Tidak gebuk terus sih, sering juga tidak dapat uang sampai Rp. 200 ribu. Itu susah, paling dapat Rp. 50 ribu," kata Ari.
Siang itu Ari dan teman-temannya beristirahat di perempatan jalan dekat lampu merah. Makanan yang mereka makan pun seadanya, "Ini alhamdulillah dapat ayam gratisan, biasanya paling makan nasi sama kerupuk terus pakai sambel. Saya senang," kata Ari. Setelah makan, Ari pun melanjutkan menaiki satu angkutan umum ke angkutan umum lainnya.
"Saya kenyang, senang. Yuk kita ngamen lagi," kata Ari mengajak kami melanjutkan aksinya. Dengan lagu 'Bang Ocit' tubuh Ari pun ikut bergoyang sembari menyandar pada pintu mobil. Setelah dapat uang dari satu mobil, Ari melanjutkan ke mobil lain.
"Dapet gope (Rp. 500) nih mba, ayo main lagi," teriak Ari sembari tersenyum. Tangannya yang mungil sesekali menggenggam tangan kami dengan tatapan matanya yang tajam. Wajahnya yang polos seakan berbicara kalau anak sekecil itu butuh kasih sayang.
Hati mana yang tidak miris melihat kulit Ari yang semakin menghitam karena kepanasan. Aroma panas matahari di tubuhnya semakin menyengat serta muka lelah dari wajah polosnya. Sore itu Ari baru mendapatkan uang Rp. 40 ribu, masih kurang banyak untuk diserahkan kepada sang majikan, yakni ibu sendiri yang menunggu di rumah.
"Iyah baru Rp. 40 ribu. Lagi lah nanti kalau ada razia ngerit (kabur) dulu" kata Ari.
Pemerintah harus tegas
Menanggapi hal ini Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait mengatakan seharusnya pemerintah lebih tegas dalam mengawasi hak anak sehingga pengeksploitasian anak tidak terjadi berkali-kali.
"Siapapun yang mengeksploitasi anak akan dikenakan sanksi hukum terjerat Undang-Undang Perlindungan Anak. Pemerintah harus mengawasi dengan teliti dan bertindak tegas. ", kata Arist.
Saat ini, menurut Arist, pemerintah baru melakukan pendekatan persuasif. Namun, kalau masih berulang seperti itu, sebaiknya pemerintah tidak segan-segan untuk menindaknya.
"Anak itu butuh perlindungan, titipkan saja anak pada Dinas Sosial kalau memang tidak mampu agar hak anak lebih terjamin," kata Arist.