Jelang Pasar Asean 2015, Pemerintah Harus Punya ‘Political Will’

Pasar Bebas Asean atau Asean Economic Community (AEC) yang akan berlaku efektif mulai 2014 sudah diambang mata.

oleh Aribowo Suprayogi diperbarui 29 Mar 2014, 09:10 WIB
(Foto: jmproid)

Liputan6.com, Jakarta Pasar Bebas Asean atau Asean Economic Community (AEC) yang akan berlaku efektif mulai 2014 sudah diambang mata. Mantan Kepala Bappepam dan Menteri Negara Investasi, Marzuki Usman, mengingatkan pemerintah mengenai perlunya mendukung seluruh sektor industri di tanah air menghadapi kondisi tersebut, tidak terkecuali untuk industri jasa verifikasi seperti PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Surveyor Indonesia (Persero).

"Belum ada sistem yang dibuat secara komprehensif agar kita bisa memenangkan persaingan di pasar bebas ASEAN 2015," kata Marzuki Usman seperti ditulis Sabtu (27/3/2014).

Marzuki mengingatkan, AEC merupakan realisasi dari keingingan yang tercantum dalam Visi 2020 untuk mengintegrasikan ekonomi negara-negara Asean dengan membentuk pasar tunggal dan basis produk bersama.

Ia menyebutkan, Visi 2020 hanya menyatakan, dalam pelaksanaan AEC, negara-negara anggota harus memegang teguh prinsip pasar terbuka (open market), berorientasi ke luar (outward looking), dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar (market drive economy) sesusai dengan ketentuan multilateral.

“Konsekwensinya, jika AEC diberlakukan pada 2015 akan terbuka untuk perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan pekerja (free flow of goods, dan free flow of services, free flow investment, and free flow of skilled labor),” papar Marzuki.

Terkait dengan PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Surveyor Indonesia (Persero), mantan Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia itu mengemukakan, tanpa political will pemerintah akan sulit memasuki pasar bebas ASEAN. Marzuki mengaku tidak melihat upaya pemerintah untuk memperkuat sektor surveyor dalam memasuki Asean Economic Community (AEC) 2015.

Padahal, lanjut Marzuki, dengan dibukanya pasar bebas ASEAN, perusahaan surveyor asing akan bisa leluasa masuk ke Indonesia. Dampaknya, PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Surveyor Indonesia (Persero)akan dipaksa untuk berkompetisi secara ketat dengan perusahaan surveyor dari negara-negara ASEAN lainnya.

Bagi Marzuki, yang dibutuhkan PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Surveyor Indonesia (Persero) bukan proteksi, karena ketika dibuka AEC 2015 otomatis proteksi tidak akan bisa diberlakukan, namun yang penting adalah political will agar perusahaan surveyor itu bisa menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan surveyor sejenis dari Singapura, Malaysia dan Thailand.

Namun Peneliti CIDES dan juga Dosen Hubungan Internasional Universitas Nasional, Jakarta, Hilmi R. Ibrahim, tidak sependapat dengan penilaian Marzuki Usman. Ditemui di ruang kerjanya, Kamis (27/3), Hilmi justru menilai, AEC 2015 justru bisa menjadi peluang yang baik bagi PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Surveyor Indonesia (Persero) yang sudah sangat teruji sebagai surveyor yang memiliki kemampuan yang sangat bagus.

Namun Hilmi sepakat dengan Marzuki Usman, agar pemerintah hendaknya memberikan perhatian serius menjadi Pasar Ekonomi ASEAN 2015 sebagai momentum kebangkitan industri jasa verifikasi, khususnya dalam rangka memperkuat jasa verifikasi di dalam negeri. “Ini justru kesempatan bagi kedua BUMN itu untuk menjadi yang terbaik di ASEAN,” ungkapnya.

Segera Benahi

Menghadapi masa sisa waktu pemberlakukan AEC 2015 ini, Marzuki Usman menyarankan agar pemerintah membenahi dengan cepat seluruh sektor industri di masyarakat, termasuk industri verifikasi.

Namun ia mengingatkan, pembenahan itu tentunya lebih ditekankan pada upaya memperkuat industri verifikasi di tanah agar bisa bersaing dengan perusahaan sejenis dari negara-negara ASEAN lainnya.

Marzuki juga menekankan, pentingnya pemerintah untuk segera menerbitkan standarisasi sebanyak-banyak terhadap produk yang akan boleh diekspor atau diimpor ke tanah air, sehingga akan memperkuat produk dalam negeri dalam bersaing dengan produk sesama dari negara-negara ASEAN.

“Di bidang pertaniannya, misalnya, kita harus memiliki standardisasi yang kuat agar produk kita tidak kalah dengan Thailand,” ujar Marzuki seraya menyebutkan, masih banyak kekayaan sumber daya alam dan kreativitas anak bangsa yang belum di sertifikasi.

Menurut Marzuki, saat ini jumlah barang di Indonesia yang sudah memenuhi standard dan telah disertifikasi masih  minim, hanya ada sekitar ratusan produk dari sekitar jutaan produk yang ada di Indonesia. Akibatnya, jangan heran jika nanti ada tempe bacam produk orang Jawa akan menjadi milik pengusaha Thailand.

“ Hal ini sudah terjadi pada produk Tempe yang sudah di patenkan oleh Jepang. Ini terjadi karena masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengurus standarisasi tersebut. Apalagi, kebanyakan konsumen Indonesia saat ini lebih memilih produk yang murah daripada yang berkualitas dan telah terstandar,” tutur Marzuki..

Terhadap PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Surveyor Indonesia (Persero) sendiri, Marzuki Usman mengingatkan, agar tidak cepat puas diri, dan harus bersiap menghadapi AEC 2015. “Tunjukkan, kalau Sucofindo dan Surveyor Indonesia bisa bersaing, bukan jago kandang,” tukasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya