Liputan6.com, Jakarta Kenaikan tarif airport tax tak lepas dari peran dukungan pemerintah yang dinilai masih kurang terhadap fasilitas angkutan udara di negara ini.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan, pola pembangunan bandara di Indonesia berbeda dengan dengan negara lain semisal Malaysia.
Advertisement
Di negara ini, pengelola bandara dilepas begitu saja untuk meningkatkan pelayanan mereka seperti membangun fasilitas bandara. Sementara di negara lain, pembangunan bandara merupakan tugas pemerintah terutama terkait pembiayaan.
"Padahal membangun bandara sangat mahal, harga airpot tax baru bisa turun jika bandara dibangunkan pemerintah. mestinya airport tax bisa jauh lebih murah kalau bandara yang bangun pemerintah," jelas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Sabtu (29/3/2014).
Dia mencontohkan, di Malaysia pembangunan bandara sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Pengelola bandara hanya diberi tugas untuk merawat dan mengelola saja.
Sementara di Indonesia, selain mengelola, BUMN seperti Angkasas Pura I dan II harus mencari pendanaan untuk meningkatkan fasilitas bandara yang mereka kelola.
Padahal, menurut dia, setiap bandara memiliki nilai operasional yang berbeda-beda. Misalkan bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I dan II, tak semua bisa memberikan pendapatan yang memuaskan. Kenyataannya beberapa bandara masih rugi dan harus mendapatkan subsidi silang dari yang untung.
"Jadi masing-masing mempunyai nilai operasional yang berbeda-beda dan jika merujuk investasi ini, bisa saja tarif airpot tax bisa Rp 1 juta lebih," tegas dia.
Hal ini mengapa kemudian YLKI ikut memberikan restunya kepada operator bandara untuk menaikkan airport tax meski dengan catatan, ada peningkatan pelayanan kepada masyarakat.