Liputan6.com, Surabaya - Pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) yang rencananya akan dilaksanakan pada 9 April 2014 nanti, adalah kesempatan warga menggunakan hak pilihnya. Dari keadaan tersebut, berbagai elemen masyarakat selalu menyerukan untuk tidak golput (golongan putih) atau tak memilih saat pelaksanaan pesta demokrasi nanti.
Satu di antaranya diserukan Generasi Muda Indonesia Tionghoa (Gema Inti). Pada Senin (31/3/2014), mereka menggelar aksi damai di Taman Bungkul, Surabaya, Jawa Timur, agar warga menggunakan hak pilihnya.
Dalam aksi tersebut, relawan yang tergabung dalam Gema Inti membagi-bagikan brosur tentang pentingnya masyarakat menggunakan hak pilihnya. Roby Dharmawan selaku koordinator lapangan mengatakan, demokrasi di Indonesia tengah menghadapi tantangan yang serius.
14 Tahun pasca-tumbangnya rezim Orde Baru (Orba), menurut Roby, belum cukup menghadirkan semua perubahan yang diharapkan. Seperti masih maraknya korupsi, lemahnya penegakan hukum, serta kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat bawah.
"Walaupun rezim Orba sudah tumbang, namun negara ini masih membutuhkan perbaikan-perbaikan di segala lini kehidupan," terang Roby.
Dari keadaan tersebut, imbuh Roby, banyak pihak meragukan cita-cita demokrasi yang digagas Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia, yang menginginkan kemanusiaan adil dan beradab, persatuan Indonesia, demokrasi, dan keadilan sosial, serta bhinneka tunggal ika.
Menurut Roby, tujuan-tujuan tersebut yang ingin didapatkan dari pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan ini. Yakni, memilih pemimpin-pemimpin yang memiliki perhatian kepada bangsa, khususnya kepada masyarakat.
"Dari tujuan tersebut, kami melakukan aksi yang bertujuan untuk mengajak masyarakat pada khususnya masyarakat Surabaya untuk menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. Karena suara masyarakat yang menggunakan hak pilihnya, sangat menentukan nasib bangsa ini, untuk lima tahun ke depan," kata Roby.
Roby pun mengutip penyair Jerman Bertolt Brecht.
"Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi politik. Dia tidak tahu biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, dan yang lainnya tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh, sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya dan mengatakan bahwa ia membenci politik. Namun dengan kebodohannya, akan menghasilkan tunawisma, anak telantar, pencuri."
"Dari ungkapan ini, kami mencoba untuk menyadarkan masyarakat, melalui aksi ini," pungkas Roby.
Baca juga:
Hari Nyepi, Pendeta Hindu Serukan Jangan Golput
Tekan Golput Lewat Teater
[VIDEO] Tekan Golput, KPU Gaet Pemilih Pemula
Advertisement