Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan sulit menyerahkan pengelolaan sepenuhnya dana bantuan sosial (bansos) kepada Kementerian Sosial (Kemensos).
Advertisement
Pasalnya, sebagian besar dana bansos digelontorkan untuk kegiatan bersifat pendidikan.
Pernyataan ini menjawab usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melayangkan surat imbauan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar pengelolaan dana bansos difokuskan pada Kemensos demi menghindari penyelewengan.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani menyebutkan, jika pengelolaan dana bansos seluruhnya melalui Kemensos berarti menyalahi penganggaran berbasis kinerja. Sebab, alokasi dana bansos menyangkut program-program di masing-masing Kementerian/Lembaga.
"Nggak bisa sepenuhnya lewat Kemensos, karena bansos banyak alokasinya. Paling dominan untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pendidikan, Beasiswa Siswa Miskin (BSM), PNPM Kementerian Dalam Negeri, Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan serta dana cadangan bencana. Kalau itu lewat Kemensos, nggak sesuai situasi," jelas Askolani di Jakarta, Rabu (2/4/2014) malam.
Meski begitu, Askolani menganggap usulan KPK sangat bagus dan perlu didengar sebagai sebuah masukan yang dapat mencegah penyalahgunaan bansos.
"Bansos sudah punya landasan undang-undang, dan dibuat sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Misalnya dana BOS digunakan untuk memperluas akses pendidikan karena tentu harus dilaksanakan dengan baik. Kalau nanti dalam implementasinya ada yang kurang tepat, harus diperbaiki," ujar Askolani.
Menurut dia, semua dana bansos sangat mendesak untuk dicairkan namun tetap harus sesuai jadwal dan kebutuhan. Contohnya saja dana PBI BPJS Kesehatan wajib dicairkan setiap bulannya.
"Kalau tidak (cair), nanti tidak ada layanan kesehatan. Juga dengan dana BOS, kalau macet akan melanggar undang-undang loh. Tapi menggelontorkannya harus sesuai dengan timetable masing-masing dan pastinya alokasi harus efisien," tandas Askolani.
Sementara itu, Ketua Fraksi Hanura, Sarifuddin Sudding dalam keterangan resminya menegaskan partainya mendukung pembekuan pencairan dana bansos sampai pemilu tuntas.
"Pemaksaan pencairan dalam jumlah yang besar menjelang pemilu mengundang kecurigaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan partai koalisi," kata Sudding.
Apalagi, KPK juga meminta kepada para kepala daerah agar pengelolaan dana hibah dan bansos mengacu pada Permendagri 32/2011 yang telah diubah menjadi Permendagri 39/2012.
Sudding juga tidak menampik dugaan pencairan dana ini untuk kepentingan partai koalisi. Sebagai contoh, Kementerian Agama yang dipimpin elit parpol PPP punya alokasi anggaran bansos Rp 11,5 triliun. Demikian pula Kemensos yang dipimpin elit parpol PKS punya anggaran bansos yang mencapai Rp 5,5 triliun.
Itu belum termasuk Kementerian Pertanian (PKS) Rp 4,9 triliun, Kementerian Perumahan Rakyat (PPP) Rp 1,8 triliun, atau Kementerian Kelautan dan Perikanan (Golkar) yang mencapai Rp 595 miliar.
Namun Sudding bilang, Hanura juga akan mengawal bansos yang terpaksa dicairkan sebelum pelaksanaan pemilu legislatif (Pileg) pada 9 April karena menyangkut kesehatan dan kepentingan rakyat kecil, seperti dana BOS dan BPJS Kesehatan.
Bansos yang tidak bisa menunggu selesainya pemilu yaitu dana yang diterima oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebesar Rp 28,33 triliun dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebesar Rp 19,94 triliun.
"Dua Kementrian itu mengurusi anak sekolah dan orang sakit, tak bisa ditunda," tegas Sudding.