Liputan6.com, Melbourne - Dolar Australia yang terus melemah menyebabkan sektor manufaktur di negara tersebut ikut lesu. Tingginya biaya produksi membuat sejumlah produk yang dibuat di dalam negeri tak mampu bersaing secara kompetitif di panggung perdagangan internasional.
Alhasil, sejumlah perusahaan raksasa global memilih menutup operasinya di Australia dan menyebabkan ratusan hingga ribuan pegawainya kehilangan pekerjaan.
Kondisi ini semakin memperkeruh tingkat pengangguran Australia yang pada Februari mencapai level 6% atau tertinggi sejak 2003.
Seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (3/4/2014), perusahaan minyak global Inggris, BP, mengumumkan akan menutup kilang minyak Bulwer Island di Queensland pada 2015. Penutupan kilang minyak tersebut menyebabkan 355 pegawai kehilangan mata pencahariannya.
Tak ketinggalan, produsen rokok bermerek Marloboro, Philip Morris International Inc. juga mengungkapkan rencananya untuk menutup pabriknya di Melbourne.
Advertisement
Penutupan pabrik yang telah berusia 60 tahun ini diprediksi membuat 180 pegawai menyandang status pengangguran.
Pada 10 Februari tahun ini, Toyota juga mengumumkan akan menutup pabriknya di Australia. Penghentian operasinya sekaligus menutup peluang mencari nafkah bagi 2.500 pekerjanya.
Toyota merupakan produsen mobil terakhir yang memutuskan akan meninggalkan Australia setelah Ford Motor Co. dan General Motors Co. lebih dulu mengambil keputusan yang sama. Seluruh pengumuman tersebut mengancam hilangnya 50 ribu lowongan pekerjaan di industri otomotif Australia.
Pada Maret, Alcoa Inc mengungkapkan akan menutup smelter alumunium, Point Henry di Melbourne. Keputusan itu membuat 580 pegawai kehilangan pekerjaannya.
Tak ketinggalan, baru-baru ini produsen pesawat terbesar di dunia Boeing juga memutuskan untuk angkat kaki dari Australia. Penutupan pabriknya di Australia akan membuat 300 pegawai menjadi pengangguran.